Thursday, November 5, 2015

Cerita Sex Dengan Om Di dapur Yang Melelahkan

Namaku Karina, usiaku 17 tahun dan aku adalah anak kedua dari pasangan Menado-Sunda. Kulitku putih, tinggi sekitar 168 cm dan berat 50 kg. Rambutku panjang sebahu dan ukuran dada 36B. Dalam keluargaku, semua wanitanya rata-rata berbadan seperti aku, sehingga tidak seperti gadis-gadis lain yang mendambakan tubuh yang indah sampai rela berdiet ketat. Di keluarga kami justru makan apapun tetap segini-segini saja.
Suatu sore dalam perjalanan pulang sehabis latihan cheers di sek olah, aku disuruh ayah mengantarkan surat-surat penting ke rumah temannya yang biasa dipanggil Om Robert. Kebetulan rumahnya memang melewati rumah kami karena letaknya di kompleks yang sama di perumahan elit selatan Jakarta.
Om Robert ini walau usianya sudah di akhir kepala 4, namun wajah dan gayanya masih seperti anak muda. Dari dulu diam-diam aku sedikit naksir padanya. Habis selain ganteng dan rambutnya sedikit beruban, badannya juga tinggi tegap dan hobinya berenang serta tenis. Ayah kenal dengannya sejak semasa kuliah dulu, oleh sebab itu kami lumayan dekat dengan keluarganya.
Kedua anaknya sedang kuliah di Amerika, sedang istrinya aktif di kegiatan sosial dan sering pergi ke pesta-pesta. Ibu sering diajak oleh si Tante Mela, istri Om Robert ini, namun ibu selalu menolak karena dia lebih senang di rumah.
Dengan diantar supir, aku sampai juga di rumahnya Om Robert yang dari luar terlihat sederhana namun di dalam ada kolam renang dan kebun yang luas. Sejak kecil aku sudah sering ke sini, namun baru kali ini aku datang sendiri tanpa ayah atau ibuku. Masih dengan seragam cheers-ku yang terdiri dari rok lipit warna biru yang panjangnya belasan centi diatas paha, dan kaos ketat tanpa lengan warna putih, aku memencet bel pintu rumahnya sambil membawa amplop besar titipan ayahku.
Ayah memang sedang ada bisnis dengan Om Robert yang pengusaha kayu, maka akhir-akhir ini mereka giat saling mengontak satu sama lain. Karena ayah ada rapat yang tidak dapat ditunda, maka suratnya tidak dapat dia berikan sendiri.
Seorang pembantu wanita yang sudah lumayan tua keluar dari dalam dan membukakan pintu untukku. Sementara itu kusuruh supirku menungguku di luar. Ketika memasuki ruang tamu, si pembantu berkata, "Tuan sedang berenang, Non. Tunggu saja di sini biar saya beritahu Tuan kalau Non sudah datang." "Makasih, Bi." jawabku sambil duduk di sofa yang empuk.
Sudah 10 menit lebih menunggu, si bibi tidak muncul-muncul juga, begitu pula dengan Om Robert. Karena bosan, aku jalan-jalan dan sampai di pintu yang ternyata menghubungkan rumah itu dengan halaman belakang dan kolam renangnya yang lumayan besar. Kubuka pintunya dan di tepi kolam kulihat Om Robert yang sedang berdiri dan mengeringkan tubuh dengan handuk.
"Ooh.." pekikku dalam hati demi melihat tubuh atletisnya terutama bulu-bulu dadanya yang lebat, dan tonjolan di antara kedua pahanya. Wajahku agak memerah karena mendadak aku jadi horny, dan payudaraku terasa gatal. Om Robert menoleh dan melihatku berdiri terpaku dengan tatapan tolol, dia pun tertawa dan memanggilku untuk menghampirinya.
"Halo Karin, apa kabar kamu..?" sapa Om Robert hangat sambil memberikan sun di pipiku. Aku pun balas sun dia walau kagok, "Oh, baik Om. Om sendiri apa kabar..?" "Om baik-baik aja. Kamu baru pulang dari sekolah yah..?" tanya Om Robert sambil memandangku dari atas sampai ke bawah. Tatapannya berhenti sebentar di dadaku yang membusung terbungkus kaos ketat, sedangkan aku sendiri hanya dapat tersenyum melihat tonjolan di celana renang Om Robert yang ketat itu mengeras.
"Iya Om, baru latihan cheers. Tante Mella mana Om..?" ujarku basa-basi. "Tante Mella lagi ke Bali sama teman-temannya. Om ditinggal sendirian nih." balas Om Robert sambil memasang kimono di tubuhnya. "Ooh.." jawabku dengan nada sedikit kecewa karena tidak dapat melihat tubuh atletis Om Robert dengan leluasa lagi. "Ke dapur yuk..!"
"Kamu mau minum apa Rin..?" tanya Om Robert ketika kami sampai di dapur. "Air putih aja Om, biar awet muda." jawabku asal. Sambil menunggu Om Robert menuangkan air dingin ke gelas, aku pindah duduk ke atas meja di tengah-tengah dapurnya yang luas karena tidak ada bangku di dapurnya. "Duduk di sini boleh yah Om..?" tanyaku sambil menyilangkan kaki kananku dan membiarkan paha putihku makin tinggi terlihat. "Boleh kok Rin." kata Om Robert sambil mendekatiku dengan membawa gelas berisi air dingin.
Namun entah karena pandangannya terpaku pada cara dudukku yang menggoda itu atau memang beneran tidak sengaja, kakinya tersandung ujung keset yang berada di lantai dan Om Robert pun limbung ke depan hingga menumpahkan isi gelas tadi ke baju dan rokku. "Aaah..!" pekikku kaget, sedang kedua tangan Om Robert langsung menggapai pahaku untuk menahan tubuhnya agar tidak jatuh. "Aduh.., begimana sih..? Om nggak sengaja Rin. Maaf yah, baju kamu jadi basah semua tuh. Dingin nggak airnya tadi..?" tanya Om Robert sambil buru-buru mengambil lap dan menyeka rok dan kaosku.
Aku yang masih terkejut hanya diam mengamati tangan Om Robert yang berada di atas dadaku dan matanya yang nampak berkonsentrasi menyeka kaosku. Putingku tercetak semakin jelas di balik kaosku yang basah dan hembusan napasku yang memburu menerpa wajah Om Robert. "Om.. udah Om..!" kataku lirih. Dia pun menoleh ke atas memandang wajahku dan bukannya menjauh malah meletakkan kain lap tadi di sampingku dan mendekatkan kembali wajahnya ke wajahku dan tersenyum sambil mengelus rambutku.
"Kamu cantik, Karin.." ujarnya lembut. Aku jadi tertunduk malu tapi tangannya mengangkat daguku dan malahan menciumku tepat di bibir. Aku refleks memejamkan mata dan Om Robert kembali menciumku tapi sekarang lidahnya mencoba mendesak masuk ke dalam mulutku. Aku ingin menolak rasanya, tapi dorongan dari dalam tidak dapat berbohong. Aku balas melumat bibirnya dan tanganku meraih pundak Om Robert, sedang tangannya sendiri meraba-raba pahaku dari dalam rokku yang makin terangkat hingga terlihat jelas celana dalam dan selangkanganku.
Ciumannya makin buas, dan kini Om Robert turun ke leher dan menciumku di sana. Sambil berciuman, tanganku meraih pengikat kimono Om Robert dan membukanya. Tanganku menelusuri dadanya yang bidang dan bulu-bulunya yang lebat, kemudian mengecupnya lembut. Sementara itu tangan Om Robert juga tidak mau kalah bergerak mengelus celana dalamku dari luar, kemudian ke atas lagi dan meremas payudaraku yang sudah gatal sedari tadi.
aku melenguh agak keras dan Om Robert pun makin giat meremas-remas dadaku yang montok itu. Perlahan dia melepaskan ciumannya dan aku membiarkan dia melepas kaosku dari atas. Kini aku duduk hanya mengenakan bra hitam dan rok cheersku itu. Om Robert memandangku tidak berkedip. Kemudian dia bergerak cepat melumat kembali bibirku dan sambil french kissing, tangannya melepas kaitan bra-ku dari belakang dengan tangannya yang cekatan.
Kini dadaku benar-benar telanjang bulat. Aku masih merasa aneh karena baru kali ini aku telanjang dada di depan pria yang bukan pacarku. Om Robert mulai meremas kedua payudaraku bergantian dan aku memilih untuk memejamkan mata dan menikmati saja. Tiba-tiba aku merasa putingku yang sudah tegang akibat nafsu itu menjadi basah, dan ternyata Om Robert sedang asyik menjilatnya dengan lidahnya yang panjang dan tebal. Uh.., jago sekali dia melumat, mencium, menarik-narik dan menghisap-hisap puting kiri dan kananku.
Tanpa kusadari, aku pun mengeluarkan erangan yang lumayan keras, dan itu malah semakin membuat Om Robert bernafsu. "Oom.. aah.. aah..!" "Rin, kamu kok seksi banget sih..? Om suka banget sama badan kamu, bagus banget. Apalagi ini.." godanya sambil memelintir putingku yang makin mencuat dan tegang. "Ahh.., Om.. gelii..!" balasku manja.
"Sshh.. jangan panggil 'Om', sekarang panggil 'Robert' aja ya, Rin. Kamu kan udah gede.." ujarnya. "Iya deh, Om." jawabku nakal dan Om Robert pun sengaja memelintir kedua putingku lebih keras lagi. "Eeeh..! Om.. eh Robert.. geli aah..!" kataku sambil sedikit cemberut namun dia tidak menjawab malahan mencium bibirku mesra.
Entah kapan tepatnya, Om Robert berhasil meloloskan rok dan celana dalam hitamku, yang pasti tahu-tahu aku sudah telanjang bulat di atas meja dapur itu dan Om Robert sendiri sudah melepas celana renangnya, hanya tinggal memakai kimononya saja. Kini Om Robert membungkuk dan jilatannya pindah ke selangkanganku yang sengaja kubuka selebar-lebarnya agar dia dapat melihat isi vaginaku yang merekah dan berwarna merah muda.
Kemudian lidah yang hangat dan basah itu pun pindah ke atas dan mulai mengerjai klitorisku dari atas ke bawah dan begitu terus berulang-ulang hingga aku mengerang tidak tertahan. "Aeeh.. uuh.. Rob.. aawh.. ehh..!" Aku hanya dapat mengelus dan menjambak rambut Om Robert dengan tangan kananku, sedang tangan kiriku berusaha berpegang pada atas meja untuk menopang tubuhku agar tidak jatuh ke depan atau ke belakang.
Badanku terasa mengejang serta cairan vaginaku terasa mulai meleleh keluar dan Om Robert pun menjilatinya dengan cepat sampai vaginaku terasa kering kembali. Badanku kemudian direbahkan di atas meja dan dibiarkannya kakiku menjuntai ke bawah, sedang Om Robert melebarkan kedua kakinya dan siap-siap memasukkan penisnya yang besar dan sudah tegang dari tadi ke dalam vaginaku yang juga sudah tidak sabar ingin dimasuki olehnya.
Perlahan Om Robert mendorong penisnya ke dalam vaginaku yang sempit dan penisnya mulai menggosok-gosok dinding vaginaku. Rasanya benar-benar nikmat, geli, dan entah apa lagi, pokoknya aku hanya memejamkan mata dan menikmati semuanya. "Aawww.. gede banget sih Rob..!" ujarku karena dari tadi Om Robert belum berhasil juga memasukkan seluruh penisnya ke dalam vaginaku itu. "Iyah.., tahan sebentar yah Sayang, vagina kamu juga sempitnya.. ampun deh..!" Aku tersenyum sambil menahan gejolak nafsu yang sudah menggebu.
Akhirnya setelah lima kali lebih mencoba masuk, penis Om Robert berhasil masuk seluruhnya ke dalam vaginaku dan pinggulnya pun mulai bergerak maju mundur. Makin lama gerakannya makin cepat dan terdengar Om Robert mengerang keenakan. "Ah Rin.. enak Rin.. aduuh..!" "Iii.. iyaa.. Om.. enakk.. ngentott.. Om.. teruss.. eehh..!" balasku sambil merem melek keenakan.
Om Robert tersenyum mendengarku yang mulai meracau ngomongnya. Memang kalau sudah begini biasanya keluar kata-kata kasar dari mulutku dan ternyata itu membuat Om Robert semakin nafsu saja. "Awwh.. awwh.. aah..!" orgasmeku mulai lagi. Tidak lama kemudian badanku diperosotkan ke bawah dari atas meja dan diputar menghadap ke depan meja, membelakangi Om Robert yang masih berdiri tanpa mencabut penisnya dari dalam vaginaku. Diputar begitu rasanya cairanku menetes ke sela-sela paha kami dan gesekannya benar-benar nikmat.
Kini posisiku membelakangi Om Robert dan dia pun mulai menggenjot lagi dengan gaya doggie style. Badanku membungkuk ke depan, kedua payudara montokku menggantung bebas dan ikut berayun-ayun setiap kali pinggul Om Robert maju mundur. Aku pun ikut memutar-mutar pinggul dan pantatku. Om Robert mempercepat gerakannya sambil sesekali meremas gemas pantatku yang semok dan putih itu, kemudian berpindah ke depan dan mencari putingku yang sudah sangat tegang dari tadi.
"Awwh.. lebih keras Om.. pentilnya.. puterr..!" rintihku dan Om Robert serta merta meremas putingku lebih keras lagi dan tangan satunya bergerak mencari klitorisku. Kedua tanganku berpegang pada ujung meja dan kepalaku menoleh ke belakang melihat Om Robert yang sedang merem melek keenakan. Gila rasanya tubuhku banjir keringat dan nikmatnya tangan Om Robert di mana-mana yang menggerayangi tubuhku.
Putingku diputar-putar makin keras sambil sesekali payudaraku diremas kuat. Klitorisku digosok-gosok makin gila, dan hentakan penisnya keluar masuk vaginaku makin cepat. Akhirnya orgasmeku mulai lagi. Bagai terkena badai, tubuhku mengejang kuat dan lututku lemas sekali. Begitu juga dengan Om Robert, akhirnya dia ejakulasi juga dan memuncratkan spermanya di dalam vaginaku yang hangat.
"Aaah.. Riin..!" erangnya. Om Robert melepaskan penisnya dari dalam vaginaku dan aku berlutut lemas sambil bersandar di samping meja dapur dan mengatur napasku. Om Robert duduk di sebelahku dan kami sama-sama masih terengah-engah setelah pertempuran yang seru tadi.
"Sini Om..! Karin bersihin sisanya tadi..!" ujarku sambil membungkuk dan menjilati sisa-sisa cairan cinta tadi di sekitar selangkangan Om Robert. Om Robert hanya terdiam sambil mengelus rambutku yang sudah acak-acakan. Setelah bersih, gantian Om Robert yang menjilati selangkanganku, kemudian dia mengumpulkan pakaian seragamku yang berceceran di lantai dapur dan mengantarku ke kamar mandi.
Setelah mencuci vaginaku dan memakai seragamku kembali, aku keluar menemui Om Robert yang ternyata sudah memakai kaos dan celana kulot, dan kami sama-sama tersenyum. "Rin, Om minta maaf yah malah begini jadinya, kamu nggak menyesal kan..?" ujar Om Robert sambil menarik diriku duduk di pangkuannya. "Enggak Om, dari dulu Karin emang senang sama Om, menurut Karin Om itu temen ayah yang paling ganteng dan baik." pujiku. "Makasih ya Sayang, ingat kalau ada apa-apa jangan segan telpon Om yah..?" balasnya. "Iya Om, makasih juga yah permainannya yang tadi, Om jago deh." "Iya Rin, kamu juga. Om aja nggak nyangka kamu bisa muasin Om kayak tadi." "He.. he.. he.." aku tersipu malu.
"Oh iya Om, ini titipannya ayah hampir lupa." ujarku sambil buru-buru menyerahkan titipan ayah pada Om Robert. "Iya, makasih ya Karin sayang.." jawab Om Robert sambil tangannya meraba pahaku lagi dari dalam rokku. "Aah.. Om, Karin musti pulang nih, udah sore." elakku sambil melepaskan diri dari Om Robert. Om Robert pun berdiri dan mencium pipiku lembut, kemudian mengantarku ke mobil dan aku pun pulang.
Di dalam mobil, supirku yang mungkin heran melihatku tersenyum-senyum sendirian mengingat kejadian tadi pun bertanya. "Non, kok lama amat sih nganter amplop doang..? Ditahan dulu yah Non..?" Sambil menahan tawa aku pun berkata, "Iya Pak, dikasih 'wejangan' pula.." Supirku hanya dapat memandangku dari kaca spion dengan pandangan tidak mengerti dan aku hanya membalasnya dengan senyuman rahasia. He..he..he..

hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini

Bercinta Di Tempat Umum (Cerita Gay)





Berawal dari malam minggu yang sepi karena tidak ada jadwal kumpul dengan teman-teman “GP”salah satu komunitas gay di suatu daerah. Seperti biasa setiap malam minggu saya keluar buat ngedate mingguan dengan pacar wanita saya (saya seorang BIisex) sekedar hanya mengajak si pacar makan malam di luar, dan tidak terlalu malam juga pulangnya , karena tidak di perbolehkan cewek saya untuk keluar rumah lebih dari jam 10 malam (tradisi suatu daerah). Selesai makan malam lalu saya antarkan dia pulang sekitar jam 10 malam saya langsung pamitan, tapi saya tidak langsung pulang ke rumah, melainkan muter-muter ke alun-alun untuk menghirup angin malam yang lumayan dingin.

Bosan dengan suasana malam minggu yang sepi, saya kepikiran untuk singgah kewarnet, rasanya sudah lama sekali saya tidak kewarnet, semenjak ada kartu khusus modem yang murah, saya sering browsing atau sekedar chat di rumah saja. Untuk malam itu saya ingin mengenang suasana warnet, yang ramai, ber AC tapi panas + pengap karena bebas juga buat para pengunjung merokok di dalam box.

Sesampainya saya di warnet saya langsung membuka situs web kesukaan saya fhincuxs.com karena pada situs web itulah saya banyak membaca tentang kisah kehidupan gay. lalu saya chat di facebook situs tersebut dengan seorang laki-laki (sebut saja namanya Riko).

Malam itu kebetulan dia sedang libur kerja , dia bekerja di super mall di daerah itu . dari chat
tanya kabar , bercanda , sampai ngegosip abcd sesekali pembicaraan mengarah sex. Singkat kata kami janjian untuk bertemu dan kami sudah sepakat untuk ML malam itu. Kamipun bertemu di depan gedung pengadilan, di depan gedung itu terlihat gelap meskipun banyak lampu taman, mungkin karena banyaknya pohon2 rimbun di daerah tersebut.

“Hai.. sudah lama menunggu ya? ” Tanya ku

“Belum mas, baru saja sampi” jawab riko.

Kami pun mulai akrab, malam itu kami sama2 menggunakan motor, saya pindah duduk di jok motor riko, riko di depan, aku di belakang, sambil berbincang sesekali saya peluk riko dari belakang dan saya cium leher dia, saya tau riko juga menikmati itu, tapi dari kejauhan terlihat seseorng sedang duduk di depan warung sepertinya dia melihat kami, riko terlihat kurang nyama dengan itu, dia mengajak saya untuk mencari tempat yang lain, saya ajak ke hotel tapi riko tidak mau, karena besok pagi jam 5 dia harus sudah di tempat kerja.

Kami sepakat untuk mencari tempat lain yang sepi dan mengunakan 1 motor, motor riko di titipkan keteman di tempat dia bekerja, dan jam sudah menunjukan jam 1 dini hari, Kami pun muter-muter untuk mencari tempat yang gelap dan sepi, seluruh gang jalan kami lewati, riko menunjuk suatu tempat di pinggir jalan pematang sawah, di situ gelap baget dan ada gubuk, tapi pas kami ke situ ternyata kurang cepat, di tempat itu sudah ada seorang pria dewasa dengan wanita malam, kami pun jalan terus.

Karena sudah lelah mencari tempat, kami pun singgah di suatu portal pinggir jalan, jalan itu melintas di tengah-tengah persawahan, mungkin karena sekitar jam 1 dini hari tidak mobil yang melintas di situ, kami pun duduk dan ngobrol2 cari solusi buat bisa dapet tempat, Sambil berbincang-bincang tiba-tiba riko mencium saya, saya balas cium bibir dia, kami pun saling melumat di pinggir jalan, rino langsung mendaratkan tangan nya ke kancing celana perlahan di bukanya. Dan di keluarkan batang penis saya yang sudah tegang, sesekali dia mengocok penis saya dengan perlahan, dan ahirnya dia menghisap penis saya …

"Ooooh..  nikmat banget" angin malam berhembus seakan memberi sensasi liar sex kami di pinggir jalan, tapi sesekali kami menyudahi saat ada mobil yang lewat, setelah sepi kamu mulai lagi,

"Mas.. penis mu panjang sekali" celetuk riko sambil menikmati batang penis ku.

"Ah.. biasa saja kamu," jawab ku
 Riko terus minjilat dan menghisap penis ku penuh nafsu, semakin kuat dia menghisap, makin tak kuat ku menahan gairah yang nikmat.

"Ouuuuh.. nikmat sekali" sambil ku ciumi leher riko, aku sentuh dengan lembut pungungnya. Makin cepat kocokan riko makin tidak kuat aku menahan nya, dan ahir nya croooot… Crooo .. Crooot... spermaku menyembur mengisi rongga-rongga mulut riko, dan riko menelanya,
ouuuuhh... tubuh ku terasa lemas..  rasa nyeri saat riko menjilati sperma yang melumuri penis ku, terutama yang di ujung kontol ku.

Semua tak berhenti di situ, riko malah semakin nafsu setelah menelan sperma aku, dia semakin
menjadi-menjadi, di turunkannya celanaku, dan di jilatinya biji penis ku, di ciuminya aroma jembut ku yang lebat, perut dan puting susu ku tak luput dari jilatannya, semakin lama batang
penisa ku muali mengeras lagi.
Ouuuuwh… nikmat dan masih ada sedikit nyeri saat riko melahap penis ku lagi, semakin lama rasa nyeri itu hilang menjadi rasa super nikmat
“Riko … Masukin yac… ” Kata ku
Tapi riko hanya mengangguk saja, dia terlalu menikmati penis aku yang sudah menegang kembali,
Aku keluarkan kondom dari dompet ku , dan ku berikan ke riko

“Kamu yang pasang ya “ Dengan cepat riko memasangkan kondom kebatangpenis ku, dan riko menurunkan celananya membalik badanya dan dia berpegangan pada jok motor, sesekali tangannya melumuri pantat nya dengan liurnya sendiri yang sudah tercampur dengan sperma ku.
Perlahan aku pun mulai memasukan batang penis ku ke lubang pantat riko, karena gelap, riko membantu dengan tangannya, dan... sluuuurrrrpppp, oooohhhh.. bluuuuuush... batang penis ku langsung masuk dengan sempurna, Aku tahan penis ku beberapa detik menikmati denyutan lubang anus riko.
Ouuuhh … Riko pun merintih antara sakit atau nikmat, saya tidak mengerti apa yang dia rasakan saat itu , pelan tapi pasti saya mulai melakukan aksi dorong tarik penis saya pada anus riko yang terasa.
Ouuuh .. Ouuuh... sluuurp... sluuurp... Makin lama makin cepat gerakan maju mundur ku pada lubang anus riko. Tapi kami langsung kaget melihat lampu mobil dari jauh, kamipun langsung melakukan posisi seakan-akan kami hanya sedang ngobrol biasa di tempat tersebut, kepanikan terjadi meskipun masih menggunakan kondom aku masukan penis ku yang masih tegang sempurna kedalam celana,.

Setelah mobil itu melewati depan kami berdua riko langsung aku suruh kembali ke posisi seperti tadi aku keluarkan batang penis ku dan Sluuuurp... langsung aku masukan ke lubang anus riko, uooooh .. Riko mengerang karena sedikit lelah ku kurangi kecepatan ku mengoyak lubang anus riko, tapi riko malah menggoyangkan pantatnya seakan dia ingin saya terus mengoyaknya.

Mungkin hampir 20 menit aku masukan penisku yang besar dan panjang ini kedalam anus riko tanpa henti.
“Mas sudah belum?.. sudah panas nih.. sudahan ya yac mas?.." Mungkin karena aku terlalu semangat bibir anus riko merasa panas, tetapi aku tidak menghiraukan itu semakin cepat aku melakuakan teknik keluar masuk penis ku pada lubang anus riko dan akhirnya..
Ouuuh.... ouuuh.... ouuuh.... ku lihat tangan riko sambil membungkuk dia kocok penisnya sendiri makin cepat ku gerakan ngentot lubang anus riko semakin cepat juga kocokan penis riko..
Croooot... croooot.. crooooot... Aku rasakan penis ku serasa di gigit lubang anus riko saat penis riko memyemburkan seperma, karena ku rasakan penis ku sarasa di jepit, nikmat banget, ku tambah tempo dorongan penis riko, dan ouuuuh…  sepertinya penis ku sudah tak tahan lagi menahan cairan kental putih yang ingin keluar, aku cabut batang penis ku, dari dalam lubang anus riko, langsung ku lepas kondom dan dengan sedikit kocokan Croooot.. croooot... crooot..  tak kalah derasnya dari sperma riko, spremaku membanjiri anus dan punggung riko, sambil ku belai lembut seperti meluluri pantat riko dengan spermaku.

Riko langsung berdiri dan memakai celananya, karena merasa lelah aku hanya diam dan memeluk riko, sesekali ku cium pipi dia, Dan riko menggenggam batang penisku yang sudah melemas, sebelum riko memakaikan celana ku di sempatkanya riko mencium penis ku yang sudah melemas.

Malam itu benar-benar penengalaman pertama ku ML di jalanan, tak terasa jam sudah menunjukan pukul 4 pagi, kami pun sepakat untuk pulang, ku antar riko ambil motornya dan aku bergegas
pulang.
“Aku pulang dulu ya, terima kasih buat semua “ Ucap ku kepada riko
“Iya mas , sama-sama"sambil tersenyum riko menjawab.

Sampai di rumah, saya langsung membersihkan
penis ku dengan sabun dan air hangat, ganti celana dan baju langsung terlelap dalam tidur dengan nyenyak. Sebelum tertidur pulas sempat ku tersenyum sendiri dan berbisik dalam hati “malam minggu yang indah OUGGHH CROOOOT....."

 TAMAT.
hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini

Cerita Sex : Kondom papaku


Sepanjang aku dapat mengingat, sejak kecil aku sudah hidup dengan papaku. Aku tak pernah merasa kehilangan seorang mama karena papaku dapat memastikan bahwa semua kebutuhanku, baik jasmani maupun rohani, tercukupi. Kini saya sudah berusia 20 tahun. Kata teman-teman kuliahku, saya lumayan cakep. Tapi tak ada yang tahu bahwa saya gay. Saya haus akan kasih sayang seorang pria. Saya tak tahu mengapa saya bisa tumbuh menjadi seorang gay, mungkin karena dulu saya terlalu dekat dengan papaku. Entahlah, tapi yang pasti, sejak masa puber, aku sering memikirkan papaku. Seringkali, aku sengaja menunggunya mandi hanya untuk dapat menyaksikannya keluar sambil bertelanjang dada.
Papaku memang bukan model ataupun atlit, dia hanyalah seorang pria biasa. Usianya kini hampir mencapai 50 tahun. Karena sering bepergian keluar, kulit tangan dan wajahnya gelap. Namun dada, perut, dan punggungnya putih bersih. Dada papaku lebar dan berisi, sedikit berlemak, namun tetap nampak seksi. Perutnya tidak buncit tapi jelas terlihat berlemak. Papaku memang tidak memiliki tubuh seksi ala bintang porno homoseksual, tapi aku sangat menyukainya.
Papa tak pernah tahu bahwa anak satu-satunya adalah seorang homoseksual. Dia tak pernah mengacak-ngacak kamarku, maka dari itu semua barang-barang pornoku yang berbau homo aman. Di bawah ranjangku tergeletak bertumpuk-tumpuk majalah homo yang sering kupakai pada saat aku ingin bermasturbasi. Komputer di kamarku juga sarat dengan foto-foto pria macho. Tapi meskipun aku merasa bebas menjadi gay, walaupun hanya di dalam kamarku saja, aku merasa kesepian.
Aku rindu akan belaian lembut papaku. Anehnya, aku kurang tertarik dengan pemuda seusiaku. Aku lebih suka pria-pria dewasa seusia Papa. Dulu saya pernah punya pacar yang seusia denganku namun kami sudah putus karena saya tidak merasakan gairah apa-apa dengannya. Aku memang sudah bukan perjaka lagi sebab mantanku sudah pernah mengentot pantatku. Namun, aku belum pernah dientoti oleh papaku dan aku amat sangat ingin merasakannya. Tapi bagaimana caranya?
Suatu malam, aku terbangun karena mendengar desahan dan erangan dari kamar papaku. Kamar kami memang bersebelahan sehingga aku dapat mendengar dengan jelas suara-suara tadi. Kutempelkan telingaku pada dinding dan kudengar erangan papaku. Mulanya kukira papaku sedang kesakitan, namun setelah kudengar baik-baik, ternyata dia sedang berhubungan seks!
Penasaran, aku berjinjit keluar dan mengintip dari lubang kunci. Benar dugaanku. Papaku membawa pulang seseorang, tapi aku tak dapat melihatnya. Dari lubang kunci itu, aku hanya bisa melihat tubuh papaku. Papaku sedang berdiri sambil mengentot seseorang. Kubayangkan orang yang sedang bersama papaku itu pastilah seorang pelacur wanita murahan yang dipungutnya dari jalan. Dan mereka sedang asyik bercinta! Tapi aku merasa aneh sebab aku tak mendengar suara erangan wanita. Yang kudengar hanyalah suara desahan pria. Desahan nikmat papaku. Mungkinkah pelacur itu bisu?
Tak peduli siapa pun dia, aku sangat cemburu pada pelacur itu sebab aku menginginkan papaku yang bercinta denganku. Hanya denganku saja! Tiba-tiba papaku mengerang hebat. Tubuhnya kemudian berkelojotan. Semuanya terjadi dengan begitu cepat, namun aku masih sempat melihat papaku ngecret di dalam kondom. Kondom bening yang tadinya melapisi kontol ayahku, langsung terisi cairan kental putih. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku berhasil mengintip kontol papaku. Lumayan panjang dan gemuk.
Aku buru-buru kembali ke kamarku dengan kontol yang ngaceng. Jam dinding menunjukkan hampir jam 1 pagi saat kudengar suara pintu depan terbuka dan tertutup. Pelacur itu rupanya sudah pergi. Diam-diam, aku berjalan keluar kamar. Aku hanya mengenakan celana pendek usang tanpa celana dalam sehingga tonjolan kontolku terlihat sangat menantang. Udara malam membuat kedua puting dadaku melancip.
Kucari papaku namun dia tak ada di mana-mana. Kamarnya juga kosong. Kuduga papaku pasti sedang mengantar wanita pelacur itu pulang. Kesempatan, pikirku. Aku langsung memeriksa kamar papaku. Mataku memeriksa setiap sudut kamarnya dengan teliti, namun barang yang kucari tak ada. Aku hanya menemukan celana dalam papaku yang masih basah belepotan precum. Kuambil saja celana dalam itu sambil bergegas menuju dapur. Semua sampah di rumah kami pasti dibuang ke dalam tong sampah yang letaknya di dapur. Mataku bersinar-sinar saat kutemukan barang yang kucari. Kondom papaku!
Sayang, sebagian spermanya sudah tumpah keluar, namun kondom itu masih mengandung sedikit sperma papaku. Untung saja tong sampah itu sudah dikosongkan dan hanya diisi dengan sampah kertas hingga aku tak perlu dipusingkan dengan bau sampah. Segera kuambil kondom itu. Hhmm.. Aroma pejuh yang tajam masuk ke dalam hidungku dan naik ke dalam otakku. Kontolku ngaceng berat dan mulai mengeluarkan precum. Berdiri di depan tong sampah, aku mulai bermasturbasi. Celana pendekku kutanggalkan dan kulempar ke pojok. Kontolku langsung kumainkan.
"Hhoohh.. Aahh.. Hhoosshh.." desahku keenakkan.
Celana dalam papaku kucium-cium. Aroma kelaki-lakiannya menusuk hidungku. Jelas tercium bau pesing dari noda kencingnya dan juga bau pejuh dari noda precumnya. Kudekatkan bagian yang ternoda oleh precum papaku dan kujilati bagian itu. Samar-samar, kurasakan rasa asin precum papaku. Mm.. Lezat sekali. Semakin kujilat, aku menjadi semakin bersemangat. Seperti anjing, aku mengais-ngais sisa noda precum tersebut dengan lidahku sampai aku puas. Kontolku sendiri sudah mengalirkan precum hingga menetes ke lantai. Kocokan tanganku kupercepat agar aku dapat segera ejakulasi.
Kurasakan spermaku mendesak-desak ingin keluar dari lubang kontolku. Namun ketika hal itu akan terjadi, aku sengaja berhenti mencoli dan kupaksa libidoku untuk turun kembali. Aku tak mau ngecret duluan sebelum aku menikmati hidangan utama. Sperma papaku!
Kondom papaku nampak indah sekali, berkilauan di bawah sinar lampu. Isinya nampak keputihan, setengah penuh dengan sperma papaku. Dengan mendongakkan kepala, kuangkat kondom itu. Pelan-pelan kumiringkan tanganku agar isi dari kondom itu mengalir keluar dan jatuh tepat di atas mulutku yang terbuka lebar. Kontolku yang tadi sudah agak melemas, kini bangun kembali. Oohh.. Kenikmatan yang kurasakan sangat berbeda dibandingkan sesi-sesi masturbasiku. Biasanya, aku hanya menggunakan foto dan video porno serta imajinasiku. Namun sekarang di tanganku tergenggam kondom papaku. Jelas aku lebih terangsang.
Bagaikan adegan lambat, kulihat sperma papaku menetes keluar dari kondom itu. Saat tetesan pertama itu menyentuh lidah, aku langung terhenyak oleh rasanya. Sebelumnya, aku belum pernah meminum sperma, baik itu spermaku sendiri maupun sperma mantanku. Maka dari itu, aku agak terkejut saat merasakan betapa nikmatnya rasa sperma. Rasa yang paling menonjol adalah asin kepahitan. Dan saat cairan itu menyentuh lidahku, aku merasa lidahku kesat licin. Pasti itu dikarenakan oleh kandungan basa yang terkandung dalam semua sperma laki-laki. Oleh karena itu, sperma terasa kesat licin jika dimainkan dengan jari.
Mm.. Tetesan kedua membuatku semakin gila dengan nafsu. Aku menjadi ketagihan. Kutuang saja langsung semuanya. Tetes demi tetes masuk ke dalam mulutku. Kutelan semuanya tanpa sisa. Mm.. Enaknya. Aku semakin mempercepat kocokanku sambil membayangkan betapa asyiknya jika papaku sedang menyodomiku.
Terbayang di hadapanku, rupa papaku saat dia sedang bertelanjang bulat. Oohh.. Rasa sperma papaku masih tersisa di mulutku. Kucoba mengingat kembali adegan tadi saat aku baru pertama kali mencicipi sperma papaku. Oh, semuanya sungguh merangsang kontolku. Birahiku bergejolak, tak terkendalikan lagi. Aku mau ngecret! Aku mengerang saat kontolku tiba-tiba melepaskan tembakan sperma. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Berkali-kali, pejuhku tersemprot keluar hingga menodai lantai. Aku terus mengerang sambil sibuk meremas kontolku. Aku sangat menyukai melihat spermaku saat menyemprot keluar. Sungguh pemandangan yang indah. Aku mendesah saat berhasil memeras tetes pejuh yang terakhir.
"Apa yang kamu lakukan?" sebuah suara mengejutkanku.
Bagai tersambar petir, aku hanya bisa berdiri tertegun dengan mata melotot kaget. Di depanku telah berdiri papaku! Rupanya tadi Papa tidak keluar rumah sebab dia kini berdiri di depanku dengan hanya mengenakan celana pendek saja. Dadanya telanjang, terekspos untuk kenikmatan mataku.
"Pp.. Paappa.." ucapku terbata-bata.
Aku merasa malu sekali, ingin rasanya bumi menelanku saja. Bayangkan saja. Aku berdiri bertelanjang bulat dengan kontol ngaceng. Dan aku tertangkap sedang menelan sperma papaku sendiri yang kucuri dari kondom bekasnya. Belum lagi, Papa pasti tadi sempat menyaksikan sesi masturbasiku. Sekujur tubuhku gemetaran, salah tingkah, malu bercampur takut. Apalagi di bawah kakiku masih teronggok celana dalam papaku. Papaku bukan orang bodoh. Dia pasti mengetahui bahwa putra satu-satunya ternyata seorang homoseks. Kontolku yang tadi ngaceng langsung menciut. Tetesan precum nampak masih menggantung di kepala kontolku.
"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya lagi.
"Kenapa kamu menelan sperma Papa? Kamu benar-benar homo?"
Meskipun semua pertanyan yang diajukan terasa sangat memojokkanku, namun aku tak menemukan intonasi kemarahan atau pun keterkejutan dalam nada bicaranya. Papaku terdengar seolah-olah dia sudah tahu sejak lama bahwa aku gay. Tapi bagaimana mungkin? Papaku berjalan ke arahku. Saat kami telah berdiri berhadapan, aku hanya bisa menundukkan kepalaku dalam-dalam, malu sekali.
"Ada apa denganmu? Papa sudah berdiri di sini dari tadi. Papa melihat bagaimana kamu menikmati noda pada celana dalam itu dan bagaimana kamu menyukai setiap tetes dari pejuh Papa. Papa juga lihat bagaimana kamu sangat menikmati masturbasimu. Kamu ngecret sangat banyak. Anakku, kalau kamu begitu menyukai sperma Papa, kamu 'kan bisa minta."
"Hah?!" Aku tak percaya mendengar ucapannya. Apa maksudnya?
"Papa sudah tahu kamu homo, tapi Papa tak berani memintamu ngeseks dengan Papa. Kamu pasti tidak tahu, tapi Papa sering mengendap masuk ke dalam kamarmu saat kamu sedang keluar. Papa suka sekali dengan semua koleksi film porno homo, majalah homo, dan juga foto-foto di komputer kamu. Semuanya merangsang. Sering Papa berfantasi bagaimana nikmatnya bersetubuh dengan anak Papa sendiri tapi Papa takut."
Pengakuan Papa sangat mengagetkanku. Dalam sekejap, bayanganku tentang Papa langsung pecah berkeping-keping.
"Tapi saat Papa tadi melihatmu asyik mencoli kontol kamu sambil meminum sperma Papa, Papa yakin bahwa kamu juga sering membayangkan Papa dalam setiap fantasi jorokmu. Benar 'kan?"
"Tapi, Pa, tadi aku lihat Papa sedang ngeseks dengan seorang wanita pelacur. Papa biseks?" tanyaku penasaran. Rasa takut dan maluku berangsur-angsur hilang.
"Wanita?" papaku tertawa kecil.
"Anakku, yang tadi Papa bawa pulang namanya Jon. Dia laki-laki tulen, seumur Papa. Dia adalah anak buah Papa di kantor. Selama bertahun-tahun, Jon telah sering melayani nafsu homoseksual Papa. Sebenarnya sudah berkali-kali Papa mengajaknya kemari, namun baru kali ini Papa tertangkap basah oleh kamu. Celana dalam yang tadi kamu jilat-jilat adalah celana dalam yang sengaja ditinggalkan Jon untuk Papa," jelasnya sambil tersenyum mesum.
"Anakku, Papa sama homonya seperti kamu. Sejak Papa ditinggal mamamu, Papa membenci wanita dan mulai menyukai sesama jenis." Penjelasan Papa membuatku tercengang. Kami hanya berdiri saling menatap selama bermenit-menit sebelum akhirnya aku merangkul papaku sambil menangis lega.
"Papa.. Saya sayang Papa.. Sudah lama saya memimpikan Papa.." Kepalaku bersandar di atas dadanya yang gempal namun padat berisi. Tanpa ragu, kuraba-raba dadanya sambil memuaskan impianku untuk memeluknya. Pelan-pelan, kontol Papa membentuk tonjolan besar di depan celana pendeknya. Dan saat itu Papa bertanya..
"Kamu masih kuat? Mau bercinta dengan Papa?"
Kutatap wajah papaku dan kutemukan nafsu birahi kembali menguasainya. Aku mengangguk-ngangguk, setuju. Tanpa basa-basi, Papa memerosotkan celana pendeknya. Ternyata Papa juga sudah tidak mengenakan celana dalam. Pepatah mengatakan, ayah dan anak sama saja. Kurasa pepatah itu benar. Kontolnya langsung melompat keluar, berdenyut-denyut dengan bangga. Rasanya hangat sekali saat kontolnya itu menempel di pahaku, beradu dengan kontolku. Perlahan, kontolku yang tadi sempat melemas, kini mulai mengeras lagi. Noda pejuh yang masih melekat pada kontolku menodai paha Papa, namun Papa tampak tak keberatan.
Papa memelukku sambil meraba-raba seluruh tubuhku. Tangannya terasa lebar dan kasar, namun aku suka. Bibirnya asyik masyuk mencium-cium wajah dan leherku. Deru napasnya terdengar jelas seperti suara mesin pesawat tempur. Kedua puting Papa yang keras melenting terasa menusuk-nusuk dadaku, membangkitkan putingku. Bibir Papa kemudian beralih ke mulutku, dan kami pun berciuman mesra sekali. Papa tampak agak terkejut melihat betapa terampilnya aku dalam membalas ciumannya. Ketika kujelaskan bahwa aku dulu pernah punya pacar homo, Papa hanya tersenyum mesum saja. Tangannya aktif meremas-remas belahan pantatku, sesekali melebar-lebarkan pantatku agar anusku tertarik.
"Hhoohh.. Papa sayang kamu.. Aahh.. Kamu anak Papa yang seksi.. Hhoohh.." desahnya.
Papa tiba-tiba menekan badanku ke bawah seraya mengisyaratkan bahwa dia ingin dihisap. Aku tak menolaknya. Aku berjongkok di depan kontolnya tanpa mengeluh. Aroma jantan langsung memancar dari kontol itu. Nampak noda-noda pejuh masih melekat pada kepala kontolnya. Aromanya sangat menusuk, mengingatkanku pada pejuh Papa yang baru saja kutelan tadi.
Mm.. Kontol Papa berdenyut-denyut dan mulai mengalirkan precum. Papa nampaknya tak sabar lagi sebab dia mulai menggerak-gerakkan kontolnya menuju mulutku. Begitu mulutku terbuka, kontolnya melesat masuk dan berdiam di sana. Mm.. Rasa pejuh bercampur precum langsung memenuhi setiap sel dari lidahku. Sungguh tak terbayangkan, aku sedang menyedot kontol yang dulu pernah menciptakanku. Jika tak ada kontol itu, aku takkan pernah ada. Oleh karena itu, aku harus melayani kontol Papa sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasih, dan lagipula aku memang suka menyedot kontol Papa. Slurp! Slurp! Slurp!
Kontol itu terasa menyesakkan mulutku. Ukurannya jauh lebih besar daripada kontol mantanku. Aku harus pintar-pintar menghisap kontol itu sebab mulutku hampir kram. Lidahku bermain-main sambil mengusap-ngusap kepala kontol itu, menggodanya. Sengaja kujilat-jilat bagian bawah kepala kontolnya karena bagian itulah yang paling sensitif. Kucoba untuk memampatkan mulutku agar hisapanku menguat. Kupaksa kontol Papa untuk memberikanku lebih banyak precum. Mm.. Enak sekali. Slurp! Semakin keras kusedot kontol itu, Papa mengerang semakin keras pula.
"Hhoohh.. Hisap kontol Papa.. Aahh.. Ya, begitu.. Jilat terus.. Oohh.. Mulutmu lebih enak daripada mulut Jon.. Aahh.. Layani Papa, anakku.. Oohh.."
Papa menjambak rambutku dan memakainya sebagai pengendali kepalaku. Meski agak kesakitan, tapi aku tak keberatan karena Papa melakukannya dengan lembut.
"Hhoohh.. Hisap terus.. Aahh.."
Kedua tanganku merayap naik. Begitu kutemukan dada Papa, aku langsung meraba-rabanya. Ah, aku rindu sekali menyentuh dada itu, dada Papa yang kucintai. Putingnya mengeras di bawah rabaanku. Ketika kupelintir, papaku mengejang-ngejang sembari mengerang keenakkan.
"Hhoohh.. Yyeeaahh.. Mainin puting Papa.. Aahh.. Ayo, nak.. Buat Papa terangsang.. Hhoohh.." Precum Papa mengalir makin banyak, habis kutelan semuanya.
"Aarrgghh!!" erang Papa mendadak sambil mendorongku jauh-jauh.
Aku terkejut tapi belakangan aku baru menyadari bahwa Papa tadi hampir ngecret dan dia hanya mau agar aku berhenti menyedot kontolnya sebentar.
Papa kemudian menghampiriku. Dengan sepasang tangannya yang kuat, Papa mengangkatku dan membaringkanku di atas meja dapur. Kami memang punya sebuah meja dapur yang kokoh tepat di tengah dapur, berfungsi sebagai meja masak dan sekaligus meja makan. Dengan bernafsu, kakiku dikangkangkannya lebar-lebar. Anusku nampak berkedut-kedut menyapa papaku. Papa hanya tersenyum padaku seraya berkomentar nakal.
"Pantatmu kelihatan sempit. Pasti enak kalau Papa entoti."
Berbekal kondom yang tersimpan di celana pendeknya, Papa mempersenjatai kontolnya. Kemudian, tanpa bicara lagi, Papa langsung menusukkan kontolnya dalam-dalam.
"Aahh.." erangnya, matanya merem-melek.
Anusku yang masih sempit, mencekik kontolnya. Namun pelumas yang menempel pada kondom Papa membantu proses penetrasi sehingga kontol Papa dapat masuk seluruhnya. Blleess.. Namun Papa tak mau buang-buang waktu, dia langsung menggenjot pantatku.
"Aarrgghh.. Sakit, Pa.. Hhoohh.. Uugghh.." rintihku.
Kontol Papa memang besar sekali hingga anusku serasa sobek. Air mataku mengalir keluar, tak tahan menahan sakit. Duburku serasa terbakar dan berdarah. Namun Papa berusaha menenangkanku.
"Hhoohh.. Sakit.. Aahh.."
"Aahh.. Tahan saja.. Uugghh.. Demi Papa.. Hhoohh.. Sempit banget.. Aahh.. Kontol Papa dijepit pantatmu.. Aahh.."
Kontol Papa memang terasa sempit di dalam duburku, namun Papa malah semakin menyukainya. Dengan bernafsu sekali, Papa mengentotku. Kepala kontolnya menghajar isi pantatku tanpa ampun. Rasanya setiap organ dalam pantatku sudah dirombak ulang. Ketika kontol itu menemukan prostatku, aku mulai mengerang-ngerang karena nikmat. Prostatku memancarkan rasa nikmat yang mirip orgasme. Aku merasa senang dan tak merasa sakit lagi. Berkali-kali prostatku ditumbuk, lagi, lagi, dan lagi.
"Oohh.. Pa, enak banget.. Aahh.. Fuck me.. Oohh.. entoti anakmu, Pa.. Aahh.. Aku butuh kontol Papa.. Aarrgghh.. Ayo, Pa.. Ngentot terus.. Aahh.."
Aku mengerang-ngerang seperti pria murahan, namun aku suka melayani Papa. Papa tahu kebutuhanku, maka dari itu dia menggenggam kontolku dan langsung mengocok-ngocoknya. Dari deru napas kami, kami akan segera ngecret.
"Aarrgghh.. Pa, aku mau.. Aahh.. Kkeluar.." erangku.
Aku sungguh tak kuat lagi. Prostatku dihajar terus-menerus oleh kontol Papa sementara kontolku dikocok terus oleh tangan Papa. Orgasmeku sungguh tak dapat dicegah. Seiring dnegan membanjirnya precumku, aku ngecret! Kontolku berdenyut-denyut dengan ganas, menyemburkan lahar putih ke mana-mana. Semburannya begitu kuatnya sehingga mengenai dada Papa. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!
"Oohh.. Semprotkan pejuhmu.. Oohh.. Yyeeaahh.. Biar Papa lihat.. Hhoohh.."
Papa menyemangatiku sambil terus menyodok-nyodok pantatku. Tapi rupanya orgasmeku justru memicu orgasmenya sebab bibir anusku berkontraksi hebat ketika orgasmeku terjadi. Papa menggeram seperti banteng, perutnya berkontraksi. Seiring dengan erangan panjangnya, kontol Papa mulai mengisi pantatku dengan spermanya. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!
"Hhoohh!! Hhoosshh!! Aahh!!" lenguhnya.
Setiap kali kontolnya menembakkan sperma, tubuhnya akan terguncang. Dada gempalnya ikut terguncang-guncang, seksi sekali. Ccrroott!! Sebagian sperma meleleh keluar dari pantatku.
Lalu Papa memeluk tubuhku saat semuanya telah usai. Dia membisikkan bahwa betapa dia mencintai dan menyayangiku. Kubalas dengan sebuah ciuman mesra di pipinya.
"Aku sayang Papa," bisikku.
Tamat

hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini

Di Cabuli Oleh Kak Fandy





                  Berawal dari sebuah permainan olok olokan bersama teman teman asrama. Kami menyebutnya main “jajah jajahan”. Permainan ini bisa berupa permainan apa saja misalnya main Kartu Domino, Kartu Remi sampai main petak umpet. Yang pasti barang siapa yang kalah harus di jajah makanya permainan ini di sebut “Jajah Jajahan”.
Bentuk Hukuman jajah jajahan itupun beragam bisa di suruh mengisi bak kamar mandi, membersihkan toilet, mengerjakan PR bahkan uji nyali.
Nah, yang kami lakukan waktu itu adalah bermain Domino dengan hukuman berupa “Uji Nyali”. Saya sebenarnya cukup jago dengan permainan yang satu ini, tetapi permainan tetap permainan tidak mungkin kita selamanya menang. Sayapun mengalami kekalahan dan teman teman memberikan saya hukuman yang awalnya saya rasa cukup ringan yaitu hanya untuk mengatakan sesuatu kepada salah seorang kakak senior di Asrama kami bernama yang bernama Fandi.
Kata teman teman saya, Kak Fandi sekarang lagi pacaran sama seorang teman sekelasnya bernama Muthia. Hukuman saya dari teman teman adalah untuk mengatakan “Kak Fandi Pacarnya Muthia” sebanyak 3x persis di depan Kak Fandi secara angsung dan sayapun menyetujuinya.
Saya melihat Kak Fandi sedang duduk di bawah pohon ketapang sambil menyeka keringatnya sehabis bermain Bola. Sayapun langsung mendekati Kak Fandi. Teman teman saya memperhatikan dari jauh sambil sesekali mereka tertawa girang dengan hukuman yang telah mereka jatuhkan terhaap saya.
Begitu sampai persis di depan Kak Fandi saya dengan tanpa beban langsung mengucapkan dengan sangat lantang “Kak Fandi Pacarnya Muthia”. Belum juga sampai tiga kali saya menucapkan kata kata tersebut saya melihat Kak Fandi melotot dan langsung bangkit dari tempat duduknya. Sayapun mulai risih (Baca: takut) dan langsung berlari menjauh. Eeeh ternyata Kak Fandi mengejar saya.
Sayapun berlari sekencang kencangnya namun Kak Fandi yang jago bermain bola di Sekolah hanya beberapa langkah saja dari saya. Akhirnya saya memutuskan untuk masuk ke sebuah ruangan kosong bekas kelas yang sudah tidak terpakai dan bersembunyi di bawah kolong meja.
Sayangnya Kak Fandi tahu tempat persembunyian saya. Diapun langsung mendekati saya dan menarik saya dengan kasar dari bawah kolong meja. Saya sama sekali tidak berdaya. Saya hanya bisa meminta ampun sama Kak Fandi. Tetapi dia terus saja mencengkeram kedua lengan saya, menariknya kebelakang dan menguncinya sampai saya meringis kesakitan. Kata ampun dan maaf tak henti hentinya saya ucapkan tetapi Kak Fandi sepertinya sudah terlalu marah sama saya. Dia tetap tidak memperdulikan rasa sakit yang saya alami sampai kemudian dia berkata
“Kamu tahu yang namanya Muthia itu?” saya hanya bisa menggelengkan kepala
“Mana mungkin saya tahu nama anak anak SMA, saya kan masih SMP walaupun kita sama sama tinggal di satu asrama” pikirku salam hati.
“Dia itu mirip Betty La Fea (Waktu itu lagi ada telenovela Betty La Fea), Dia siswi paling jelek di kelas saya” katanya melanjutkan perkataannya.
“Maaf Kak, saya benar benar tidak tahu” timpalku sambil menahan rasa sakit akibat pelintiran tangannya yang kuat.
“Sekali lagi kamu katain saya pacaran sama Muthia, saya perkosa kamu” kata Kak Fandi lagi sambil menempelkan badannya persis di pantat saya.
“Mau kamu saya perkosa?” tanyanya lagi
“Tidak Kak, ampun” jawabku sambil memelah
Entah kenapa tiba tiba saya merasakan ada sesuatu yang mulai mengeras yang menggesek gesek pantat saya. Sepertinya Kak Fandi ereksi. Saya pun semakin merasa takut tetapi Kak Fandi sepertinya menikmati apa yang dia lakukan. Dia mulai menggoyang goyangkan pantatnya sambil tetap mengarahkan kedua tangan saya ke atas meja. Posisi sayapun jadi semakin menungging. Kak Fandi sepertinya sudah kehilangan akal sehatnya. Dia tiba tiba mencium tengkuk saya dan saya mendengar desahan yang berbeda dari irama napasnya. “oohh Kamu mau saya perkosa?” katanya lirih. Saya tidak menjawab apa apa karena saya sendiri tiba tiba menjadi ereksi juga.
Kontol saya yang ereksi terasa sesak dan sakit karena mepet ke meja, lalu saya berusaha untuk melepaskan cengkeraman tangan Kak Fandi bukan untuk berontak tetapi untuk membuat saya lebih nyaman. Tetapi Kak Fandi menilainya salah. Dia mengira saya mau melawan jadi cengkeramannya semakin kuat.
Kak Fandi memiliki badan yang sangat besar dan kekar. Walaupun masih SMA tetapi dia sangat rajin olah raga. Selain Sepak Bola, di kamarnya penuh dengan Barbel berbagai ukuran yang dia buat sendiri menggunakan campuran semen. Wajah dan postur badannya sangat mirip dengan Bintang Film Philippine Janvier Daily.Itulah satu satunya alasan kenapa sekarang aku sangat menggilai Aktor asal Philippines ini. Walaupun banyak sekali yang lebih ganteng darinya. Tapi dialah gambaran sempurna dari Kak Fandi.
Merasa semakin sakit akibat cengkeraman Kak Fandi, akhirnya saya beranikan diri untuk bicara
“Kak lepasin tangan Kakak, saya tidak akan melawan Koq. Cuma tangan saya dan kontol saya sakit terkena meja” kataku pelan seraya berbisik.
Akhirnya Kak Fandi melepaskan cengkeraman tangannya. Sekarang dia malah memeluk badan saya dari belakang sambil terus menggoyangkan pantatnya dan menciumi tengkuk saya.
Aku bisa merasakan dengan jelas betapa besarnya kontol Kak Fandi yang tersembunyi di balik Celana Sepak Bola berwarna Putih yang dia gunakan.
“Kita buka baju ya” katanya berbisik di telingaku. Aku hanya diam tak menjawab. Sebenarnya aku masing bingung dengan apa yang terjadi. Di satu sisi aku takut akan benar benar di perkosa oleh Kak Fandi selain karena takut akan kesakitan tetapi juga takut karena tahu ini sesuatu yang salah.
Tanpa menunggu persetujuanku Kak Fandi membuka kancing bajuku satu persatu (Aku masih dalam posisi membelakanginya). Aku hanya bisa pasrah mengikuti permainannya. Setelah menanggalkan bajuku, dia tiba tiba membuka kancing celanaku dan menurunan resletingku. Ada perasaan panic sebenarnya dalam hatiku. Tetapi lagi lagi, aku hanya bisa diam dan pasrah. Tetapi begitu dia menurunkan Celana dalamku, aku beranikan diri membalikkan badan kea rah Kak Fandi dan Berkata
“Tolong, Jangan lakukan ini Kak” pintaku mengiba.
Kak Fandi tersenyum kepadaku lalu berkata “ Jangan khawatir, aku tidak akan masukin. Aku hanya ingin kamu menjepit kontolku pake paha kamu”.
Aku kembali terdiam menuruti apa yang dilakukan Kak Fandi. Dia lalu membuka kaosnya dan langsung menidurkan aku di atas bangku panjang. Dia menindihku sambil menggoyangkan badannya seirama dengan nafsu yang tengah menggelora di otak Kak Fandi. Anehnya aku semakin menikmatinya. Tanpa di komando tiba tiba tanganku meraih celana Kak Fandi dan meremas remas pantatnya serta sesekali meraba raba Kontolnya yang ternyata sangat besar.
Entah kenapa aku tiba tiba memberanikan diri memelorotkan Celana Kak Fandi. Dia pun membantu aku melepas celananya. Kini tinggal Celana Dalam putih ketat yang membungkus pantat gempal dan Kontolnya yang besar. Dia kembali tersenyum padaku. Aku meremas kedua bongkahan pantat gempalnya. Kak Fandi memejamkan mata seperti sangat menikmatinya.
Tak tahan melihat isi di balik celana dalam putih Kak Fandi, akupun langsung memelorotkan celana dalam itu dan oohh, sebuah rudal besar berukuran mungkin 18 cm keluar dengan gagah perkasa dan bahkan terlihat angkuh karena ujungnya sedikit melengkung ke atas. Aku tidak pernah melihat kontol sebesar itu. Apalagi di tumbuhi bulu bulu lebat dan terlihat berotot. Di bawahnya menggantung dua biji pelir yang juga cukup besar.
Aku merasa mulai gila, aku tak sanggup menahan rasaku. Aku memegang kontol itu dan mengelusnya sambil sesekali meremas remas buah pelir Kak Fandi.
Kak Fandi kembali tersenyum padaku. Diapun meremas remas kontolku dengan lembut. Aku merasakan sensasi luar biasa.
Tak puas dengan hanya memainkan kontol Kak Fandi, aku meraba pantat gempalnya dan sesekali meremasnya kuat. Kak Fandi sepertinya mengerti kalau aku menyukai pantatnya. Tiba tiba dia berbisik padaku
“Kamu mau diatas?”
Setelah mengecup keningku dia mengangkatku dari bangku lalu menggantikan aku merebahkan badannya di atas bangku dengan posisi tengkurap.
Aku melihat keringat mulai meleleh dari punggung Kak Fandi yang mengalir kea rah pantatnya. Aku menjadi semakin bernafsu. Lalu aku menindihnya Kak Fandi dan menggoyang goyangkan kontolku di atasnya.
Kak Fandi membimbing kontolku ke arah pinggangnya dan menjepitnya lembut. Aku pun mulai memompakan kontolku dalam jepitan paha Kak Fandi. Tetapi hasratkau terhadap pantat Kak Fandi jauh lebih besar. Aku menarik kontolku dan mengarahkannya ke bongkahan pantat Kak Fandi.
Mungin Kak Fandi mengerti keinginanku, dia merenggangkan kedua pahanya sehingga aku bisa dengan lebih mudah menggesekkan kontolku di antara bongkahan pantat Kak Fandi yang di tumbuhi bulu bulu halus.. Aku merasakan sensasi kehangatan yang luar biasa. Nafsuku semakin membuncah, Ingin rasanya aku mencoba memasukkannya kedalam lubang kenikmatan Kak Fandi tetapi tiba tiba Kak Fandi membalikkan badannya.
Dalam posisi duduk dia menyandarkan punggungnya di tembok lalu membimbing aku untuk duduk menempel di atas pahanya.
Kak Fandi meraih kemaluanku dan mengocoknya bersamaan dengan kemaluannya sendiri yang sudah mulai mengeluarkan sedikit precum.
Aku memperhatikan wajah tampan Kak Fandi yang terus terpejam menikmati kenikmatan. Ku perhatikan dia sesekali menggigit bibirnya.
Kami semakin basah oleh peluh. Kembali keperhatikan wajah tampan Kak Fandi, aku tak tahan melihat bibir tipis yang sesekali di gigitnya.
Kudekatkan mukaku kepadanya. Lalu aku memberanikan diri mengecup matanya yang masih terpejam. Diapun membuka matanya dan memandangiku dengan penuh seksama namun dia kembali terpejam. Aku bagaikan di tarik magnet yang sangat kuat. Tiba tiba bibirku sudah mendarat tepat di bibirnya. Dia hanya terdiam tak bereaksi sama sekali tetapi aku merasakan kalau dia sangat menikmatinya. Sambil mengocok kemaluanku dengan tangan kanan, Tangan kiri Kak Fandi meremas remas bongkahan pantatku.
Aku kembali mencium Kak Fandi. Aku membasahi bibirnya dengan lidahku, lalu melumat bibir bagian bawahnya tapi Kak Fandi belum juga membalas walaupun mulutnya sudah mulai sedikit terbuka sehingga aku bisa memainkan lidahku di bagian dalam bibir Kak Fandi sambil sesekali melumatnya. Aku semakin menikmati apa yang aku lakukan. Dengan lidahku aku mencoba menerobos dinding mulut Kak Fandi yang masih tertutup oleh giginya yang tertapa rapi. Usahaku berhasil. Kak Fandi membuka mulutnya agak lebar sehingga aku bisa menempelkan ujung lidahku dengan lidahnya sambil sesekali kami sama sama saling menggoyangkan lidah kami. Aku yang semakin menikmati permainan lidah ini tak mau hanya sampai disitu. Aku menjadi lebih agresif. Aku mulai memancing agar bisa melumat lidah Kak Fandi sepenuhnya. Kembali usahaku berhasil, Kali ini Kak Fandi mulai membuka matanya dan menatapku sebentar. Kemudian dialah yang menyasar mulutku dan merengkuh lidahku seolah olah ingin melumat sampai ke ujungnya. Sesekali aku merasa kewalahan.
Kembali mata kami saling bertatap seolah ingin bertutur betapa kami sangat menikmati semua ini. Kak Fandi kemudian menjilati leherku dan dadaku yang penuh dengan keringat. Lalu dia mencucup putting susuku sambil sesekali menggigitnya. Akupun menggelinjang menahan nikmat luar biasa setiap kali dia menggigit putting susuku. Akupun mencoba meraih dadanya dan melakukan hal yang sama. Aku memelintir putting susu Kak Fandi dengan jari tanganku. Aku mendengar dia melenguh menahan nikmat. Lalu aku kembali mengambil control. Tanpa mempedulikan keringat yang bercucuran di dada Kak Fandi aku menjilatnya dan sesekali menggigit putting susunya sambil tangan kiriku memainkan putting susu yang satunya. Aku mendengar Kak Fandi mengerang nikmat.
Dia mengangkat mukaku lalu mencium bibirku dengan sangat kuat sambil tangannya semakin kencang mengocok kontolnya. Badan Kak Fandi menggelinjang kuat dan memuncratkan pejuh yang begitu banyak ke badanku. Cukup lama kontol Kak Fandi tak henti hentinya mengeluarkan cairan membuat akupun semakin terpacu mengocok kontolku sendiri.
Melihat aku yang belum keluar, Kak Fandi kembali menciumiku dan memijit buah pelirku. Akupun mulai merasakan badanku serasa mengejang dan tak kuasa menahan cairan kental keluar dengan sangat deras dari batang kemaluanku memenuhi perut dan dada Kak Fandi.
Kami sama sama menarik nafas panjang. Kami hanya saling pandang tapi tak berbicara. Aku tertegun dalam diam.
Aku kemudian beranjak dari tempat dudukku dan mengambil pakaianku. Tanpa mampu berkata apa apa aku hanya bisa memandang Kak Fandi dan berlalu dari tempat itu.
Aku setengah berlari bergegas menuju ke kamarku yang berjarak sekitar 100 meter dari TKP.
Di dalam kamar, aku kembali mengenang hal yang baru saja aku lakukan dengan Kak Fandi. Entah kenapa aku mulai merasa bersalah, menyesal dan bahkan malu sama diriku sendiri.
Beberapa teman yang melihatku seperti orang linglung sempat bertanya “Kamu lagi sakit ya?” Tanya teman sekamarku Ronni. Aku tidak menjawab. Aku beranjak mengambil handuk lalu bergegas menuju kamar mandi.
Di dalam kamar mandi aku menangis, aku muak dan marah sama diriku sendiri. Aku lampiaskan kemarahanku dengan menghantam tembok dinding kamar mandi sampai tanganku terasa perih karena lecet.
Rasa sakit akibat menghantam tembok tidak ada artinya di bandingkan dengan rasa sakit hati terhadap diriku sendiri yang telah melakukan perbuatan hina. Air mataku semakin tak terbendung. Aku lalu membenamkan mukaku kedalam bak kamar mandi dan berteriak sekencang kencangnya sampai nafasku terasa sesak.
Akumenggosok badanku dengan sikat pakaian berharap semua dosa dan noda yang melekat di badanku bisa luntur bersama daki yang melekat di tubuhku.
Begitu keluar dari kamar mandi aku melihat Kak Fandi berjalan kearah kamar mandi. Dia memandangku sejenak lalu menunduk.
Entah kenapa aku mulai merasa muak, jijik dan bahkan mungkin benci melihat wajah Kak Fandi. Aku merasa sangat sakit hati.
Dalam Do’a ampun penuh penyesalan aku terlelap.
Note:
Mohon Maff apa bila ada kesaman nama ataupun lokasi

hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini

Pengakuan Pemerkosaan





Saya tinggal di pinggir kali di sebuah kawasan kumuh di Jakarta Barat. Kali itu adalah batas antara kawasan saya yang kumuh dan sebuah perumahan elite. Kami tiap hari melihat mobil-mobil mewah lalu-lalang di jalan seberang, masuk-keluar rumah-rumah yang mewah bagaikan istana itu.

Hari Rabu malam (tgl.13 Mei ) terasa ada sesuatu yang tidak lazim di lingkungan sekitar kami. Jalan-jalan menjadi lebih sepi dari biasanya. Rumah-rumah gedong di seberang kali itu tertutup rapat, dan tidak seperti biasanya, tidak ada orang keluar masuk. Kemudian kami dengar desas-desus bahwa ada banyak mahasiswa yang ditembak mati oleh tentara, dan kerusuhan sudah pecah di Grogol. Keesokan harinya, kami pergi 'melihat-lihat' di pusat pertokoan terdekat. Melihat banyak orang menjarah, kami pun ikut-ikutan mengambil barang dari supermarket. Saya sendiri cuma mendapat beberapa batang coklat dan pakaian bayi, semuanya saya berikan ke tetangga yang punya anak kecil. Pada saat menjarah, kami melihat bahwa para pemilik toko itu sangat ketakutan, dan tampaknya kami bisa melakukan apa saja tanpa ada risiko ditangkap dan dipukuli polisi. Dalam perjalanan pulang, kami (bertujuh) di belokan gang berpapasan dengan dua cowok berseragam SMA, satu tinggi kurus dan satu lagi pendek. Mereka berusaha lari menjauhi kami. Iseng-iseng sambil bercanda, si Karim (salah satu dari kami, yang paling kocak) membentak mereka menyuruh berhenti. Kami sendiri tidak menduga akibat bentakan Karim: kedua cowok itu terhenti langkahnya, kaku bagaikan patung. Ketika kami mendekat, salah satu cowok itu langsung berlutut, memohon belas kasihan. Melihat itu, temannya pun langsung ikut berlutut, menyembah-nyembah.

Kami pun mula-mula cuma bisa melongo, berpandang-pandangan, tidak tahu harus berbuat apa. Tetapi melihat adanya kesempatan, naluri binatang kami mulai merasuk. Si Soni (yang tampangnya paling sangar) langsung membuka ritsleting celananya, mengeluarkan penisnya dan memerintahkan kedua cowok itu untuk mengisapnya. Keduanya ragu-ragu, tetapi langsung ditempelengi bertubi-tubi. Soni kemudian menjambak rambut si Jangkung dan menyodorkan penisnya ke mulutnya. Dia menganga begitu saja, tidak tahu penis itu harus diapakan. Akhirnya Soni mendorong penisnya keluar masuk mulutnya dengan menjambak rambutnya. Dia muntah, tetapi Soni tetap dengan iramanya. Ia kemudian berpaling ke Si Pendek yang dari tadi bengong melihat temannya diperlakukan begitu.

Karena sudah melihat contoh, dia langsung membuka mulutnya dan membiarkan Soni menikmati mulut dan tenggorokannya. Melihat itu, kami pun ikut bergabung, ramai-ramai membuka celana, mengelilingi mereka berdua. Mereka kami suruh mengisap penis kami bergantian, berkeliling lingkaran. Setiap ada perintah, mereka pindah ke orang yang berikutnya, begitu terus sampai sekitar 10 menit. Si Jakaria yang mulai mendapat ide, berkata kepada kami: 'Stop dulu, lihat sini!' Si Pendek yang sedang berlutut di depannya mengisap penisnya disuruhnya berhenti, dan diperintahkannya membuka mulutnya lebar-lebar. Dia berdiri di depannya, penisnya sejengkal dari mulut sang cowok. Jakaria diam sejenak, menarik napas, membuat kami yang lain bingung apa yang ada di pikirannya.

Tiba-tiba dia kencing ke dalam mulut si, si Pendek langsung menutup mulutnya dan berusaha meludahkan kencing yang sudah terlanjur masuk ke mulutnya. Jakaria langsung menempelengnya dan menutup lobang hidungnya sambil mengancam: "Kalau sampai ada kencing gua yang tumpah, gua hajar lu sampai mampus". Ditutup hidungnya, secara refleks si Pendek membuka mulutnya, dan Jakaria kemudian melanjutkan kencingnya yang terputus. Si Pendek pun akhirnya menenggak kencing Jakaria yang datang tak putus-putus. Sebelum kencingnya habis, Jakaria berhenti dan memerintahkan si Jangkung untuk mendekat. "Lu juga, kalau tumpah, awas!" Kali ini dia memasukkan seluruh penisnya ke dalam mulut si Jangkung, dan langsung kencing ke dalam tenggorokannya. Si Jangkung berusaha mati- matian menelan semua air seni itu, tetapi sempat juga tersedak.

Sebagian kencing keluar dari lubang hidungnya, sambil terbatuk-batuk. Kami sangat terangsang melihat ulah Jakaria, dan mengikuti perbuatannya. Satu persatu kami kencing ke dalam mulut si Jangkung dan si Pendek, semuanya habis ditelan mereka. Sesudah itu mereka kembali mengisap berkeliling dalam lingkaran. Sampai saat itu mereka berdua masih berpakaian lengkap, jadi saya perintahkan mereka untuk membuka pakaiannya sendiri tetapi tidak boleh berhenti mengisap. Perlawanan mereka sudah patah, keduanya tidak berani lagi membantah perintah kami. Dalam waktu beberapa menit, keduanya sudah telanjang bulat Penis keduanya tidak bersunat, tampak tergantung lunglai. Ukurannya kecil menurutku, dibandingkan penisku walaupun sedang tidur. Jakaria memegang kontol si Jangkung dan mengocoknya.

Lambat laun penis si Jangkung berdiri tegang juga. Si Soni tak mau ketinggalan, si Pendek juga diloco penisnya sampai ngaceng. Lalu kedua cowok ditelentangkan berdampingan di atas lantai emperan toko. Soni duduk di perut si Pendek sambil mengumpulkan dahak dan ludah di dalam mulutnya. Ketika mulutnya sudah penuh, ibukanya mulut si Pendek dengan paksa, dan diludahkannya semua lendir itu ke dalam mulut si Pendek, lalu dibentaknya:

"Telan semua!" Si Pendek yang sangat ketakutan tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti perintah Soni. Jakaria pun tidak ketinggalan, langsung berbuat hal yang sama terhadap si Jangkung. Terus terang, kami sangat terangsang dengan tontonan ini, dan tidak tahan untuk tidak ikut meludahkan dahak ke dalam mulut mereka berdua. Atas isyarat Soni, kami pun bergantian duduk di dada kedua cowok itu, menyodorkan penis kami untuk diisap. Setelah beberapa menit, Jakaria dan Soni berganti posisi. Soni kini memperkosa mulut si Jangkung, dan Jakaria kebagian si Pendek. Kedua cowok itu sama sekali tidak berusaha lagi untuk melepaskan diri. Mereka tetap mengikuti perintah-perintah untuk membuka mulut lebih lebar untuk diludahi atau mengisap penis lebih kuat
Jakaria muncul ide barunya, katanya: "Gua belum pernah ngerasain lubang pantat cowok." Saya pikir apa-apaan mau menjilat lubang pantat orang, Tapi ternyata saya salah tanggap. Diangkatnya kaki dan pinggul si Pendek kemudian diludahkannya dahak ke lubang pantatnya. Kemudian dimasukkannya jari telunjuknya ke dalam lubang pantat si Pendek sampai habis, lalu diganti dengan jempol, dimainkan masuk keluar. Sang cowok meringis kesakitan, tapi disambut dengan "Ini belum apa-apa." Dimasukkannya jari telunjuk dan jari tengahnya sekaligus ke dubur si Pendek, masuk keluar sambil diputar-putar. Setelah beberapa lama, ia berkata: "Sekarang lu udah siap." Kami disuruh memegangi si Pendek erat-erat pada posisi telentang dengan kedua kaki tertekuk ke kepala.

Ia kemudian mengarahkan.penisnya ke lubang pantat si Pendek dan didorong dengan kuat sekaligus. Saya yang ikut memegangi, melihat dengan jelas bagaimana penisnya menghilang ke dalam lubang pantat si Pendek sampai habis. Sang cowok memberontak sekuat tenaga sambil memohon ampun, tapi tak berdaya dipegangi empat orang. Jakaria kemudian memulai irama masuk-keluarnya, sambil bergumam: "Gile, cowok ini sempit amat." Tangan Jakaria masih sempat mengocok pelir si Pendek yang ngaceng dengan kerasnya. Soni kemudian meminta bantuan kami memegangi si Jangkung untuk diperkosa juga duburnya. 

Mendengar lolongan temannya, si Jangkung menjadi kecut. Dia memohon-mohon agar lubang pantatnya tidak digagahi, dan menawarkan bahwa dia akan mengisap kami bergantian sampai kami puas. Kata Soni: "Lu bakalan ngisep kita sampai puas dan tetap saja kita pakai lubang pantat lu." Tidak berapa lama kemudian, penis Soni sudah menerobos masuk-keluar di lubang pantat si Jangkung. Tangan Soni meremas-remas buah pelir si Jangkung sambil sekali sekali mengocok batang pelirnya. Cowok ini tidak bersuara, bibirnya digigit kuat-kuat sampai berdarah sambil melempar mukanya ke kiri dan ke kanan menahan sakit. Mengikuti contoh Jakaria, Soni kemudian berpindah bolak-balik dari mulut ke dubur, kemudian langsung ke mulut sang cowok untuk dibersihkan, lalu kembali lagi ke dubur.

Tidak puas dengan itu, mereka kemudian menggunakan jurus 'kutu loncat', dari dubur cowok satu pindah ke mulut cowok yang lain. Mereka pun akhirnya bertukar pasangan, sehingga masing-masing berhasil mencicipi keempat lubang tubuh kedua cowok tersebut. Mereka berdua kemudian memilih untuk mengeluarkan air maninya di dalam dubur kedua cowok itu. Atas ide Jakaria, mereka berdua tidak langsung mencabut penisnya. Setelah berkonsentrasi beberapa saat, mereka berdua kencing di dalam dubur si Jangkung dan si Pendek! Penis mereka yang berlendir bercampur kencing, tai dan darah, mereka sodorkan ke cowok yang lainnya untuk diisap dan dijilat sampai bersih.

Sesudah Soni dan Jakaria selesai, kami berlima pun 'berpesta' dengan kedua korban sampai puas. Soni dan Jakaria pun kemudian bergabung lagi untuk ronde kedua. Di saat ini masing-masing cowok dimanfaatkan secara maksimum: kedua lubang mereka diisi penuh pada saat bersamaan. Seorang dari kami telentang di lantai, kemudian seorang cowok didudukkan di atasnya, dan penisnya menerobos duburnya. Si cowok kemudian dibaringkan telentang di atas si laki-laki. Laki-laki kedua mengangkat kepala si cowok dengan menjambaknya dan kemudian mendorong penisnya ke dalam tenggorokannya. Setelah beberapa saat, posisinya diputar: yang di dubur pindah ke mulut. Kami pun pindah dari satu cowok ke cowok lainnya. Sesudah kira-kira dua jam, kami pun sudah tak mampu lagi, dan bersiap-siap meninggalkan tempat itu. Tapi sebelum pergi, si Jakaria punya ide lainlagi. Ia berjongkok di atas kepala si Jangkung yang sedang telentang tak berdaya.

Kami pun mengajaknya untuk pergi: "Mau apa lagi, lu!" Tiba-tiba dia memencet hidung sang cowok, dan begitu mulutnya terbuka, ia langsung berak ke dalam mulut si Jangkung. Lalu diambilnya rambut si Jangkung untuk dipakai menggosok dan membersihkan lubang pantatnya. Melihat itu, Soni pun tidak mau ketinggalan. Dikangkanginya si Pendek dan diperintahkannya untuk membuka mulut. Tahu akan diapakan, si Pendek meronta-ronta, tetapi setelah puting susunya dipencet dengan keras, tidak berani melawan lagi. Dia pun membuka mulutnya lebar-lebar, dan saya melihat sendiri tai Soni bergulung di mulutnya. Soni memaksanya untuk menelan semua tai itu.

Si Pendek karena ketakutan, berusaha melahap semuanya tetapi mengalami kesulitan karena kotoran itu terlalu kental dan pekat. Terpaksa kami pun beramai-ramai menyumbangkan kencing ke mulut si Pendek untuk membantunya menelan seluruh tai Soni. Akhirnya kami meninggalkan kedua cowok itu telanjang bulat di emperan toko. Pakaian mereka kami ambil dan kami bagi-bagi di antara kami sebagai 'souvenir'. Saya cuma kebagian satu jaket yang beremblem salah satu SMA swasta di Jakarta. Setelah beristirahat di rumah, kami pun mendiskusikan rencana menyerbu rumah di seberang kali yang ada 3 anak cowoknya.

hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini