Wednesday, July 13, 2016

The 21 Centimeters Man









“Hah! Hampir saja bus itu menabrak colt di depannya!” tiba-tiba aku nyeletuk dengan seseorang lelaki yang juga berdiri cukup lama di dekatku di Terminal Cililitan.

“Iya, untung aja sopirnya lincah, kalau enggak ringsek tuh colt” dia menimpali celetukanku.

Ini adalah Malam Minggu pertama sejak aku menetap di Ibukota tercinta. Dari referensi sebuah buku yang pernah aku baca, dikatakan bahwa di daerah Terminal Cililitan banyak kaum Gay yang kumpul-kumpul di waktu malam.

Dengan sedikit keberanian aku coba kenali lenggoknya Jakarta di Cililitan. Dan aku masih awam, serta menebak-nebak, yang mana kumpulan anak G tersebut. Ah, nikmati saja terminal yang super semrawut ini.

“Mau rokok Mas?” tiba-tiba laki-laki di sebelahku itu menawari rokok.

“Boleh”.

Cukup lumayan juga lelaki ini bathinku. Sambil mengambil sebatang rokok yang ia tawarkan, aku perhatikan penampilannya. Dengan kemeja rapi, rambut tersisir rapi dengan kilap jellynya. Serta kumisnya yang rapi bagus dan tebal, mengingatkan aku dengan Slamet Rahardjo. Walau badan sedikit kurusan, justru ini menimbulkan kesan seksi.

“Kalau mau ke Pejompongan, naik bus nomor berapa ya?” tanyaku untuk mengisi omongan, sekalian mencari informasi supaya jangan tersesat.

Dan akhirnya kami terlibat omongan yang panjang lebar, mengasyikkan. Dari situasi terminal yang semrawut, sampai pada harga barang-barang yang semakin melambung. Pokoknya semua diomongkan. Namanya Budi, orang betawi ada sedikit mengalir darah Arab.

Tak terasa waktu sudah sangat larut malam. Aku mesti pulang, takut tidak dapat angkutan dan situasi terminal sudah agak sepi. Rasanya was-was juga.

“Bud, aku mau pulang. Udah malam nih.”

“Hmm, kalau mau nginap di tempat saya aja.”

Really, aku jadi ragu terhadap tawaran tersebut. Menyadari aku orang baru di Jakarta dan ketemu orang yang baru saja aku kenal. Tetapi rasanya Budi sangat hangat ngajak ngobrol denganku. Apalagi wajah dan penampilannya cukup simpatik.

“Apa nggak ngerepoti nantinya?”

“Nggak, nyantai aja.”

“OK deh.” akhirnya kuputuskan untuk ikut pulang ke tempat tinggalnya, karena besok hari libur, dan tidak ada lagi kerjaan yang harus aku kerjakan.

Kami pergi berdua naik colt omprengan. Ke daerah yang tentu saja tidak aku ketahui daerah mana itu. Sampai di tempatnya, ternyata tempat kos-kosan, dia baru cerita bahwa ia tinggal kos dengan temannya.

“Wah, An kita harus nungguin temenku, belum pulang, kuncinya dibawa dia.”

“Iya deh” tidak ada pilihan lagi. Lalu kami berdua duduk di kursi panjang depan kamarnya. Suasana remang-remang dan sangat sepi, kamar-kamar sebelahnya gelap, seperti sudah terlelap tidur semua. Udara terasa sangat dingin, sekitar jam 2 dini hari.

Kami melanjutkan obrolan di kursi tersebut. Tiba-tiba antara sengaja dan tak sengaja, tangan kami saling bersentuhan. Desir keras mengalir darah ke jantungku. Dan sentuhan tersebut berlanjut dengan saling meremas tangan. Benar-benar dadaku bergejolak. Aku masih sangat hijau dengan urusan yang bernama lelaki.

Saling remas itu berlanjut.. dan sepertinya kami sudah tidak bisa mengendalikan nafsu. Kami saling menyusupkan tangan ke kemeja, untuk mengusap-usap puting. Serr.. kepalaku seakan mau lepas. Aku belum pernah merasakan sensasi seperti ini. Maklum di daerah aku selalu menahan diri, dan control sosial begitu cukup ketat. Sehingga aku cukup terkekang untuk masuk ke dunia lain.

Tidak puas dengan meremas-remas serta mengusap-usap puting, tangan kami bergerilya ke daerah lain. Ke bawah.. dan makin ke bawah. Setelah dia memegang kemaluanku, aku juga memegang kepunyaannya dari luar celananya. Tampak keras, dan tidak jelas bentuk penisnya, karena terlindung ketat dengan celana jeannya yang tebal.

Akhirnya kubuka kancing celananya. Dan kupelorotkan retsletingnya pelan-pelan. Terlihat celana dalamnya yang putih, semakin menambah rangsangan birahiku. Dan aku susupkan telapak tanganku ke dalam celana dalam yang putih itu.

“Hahh!” seakan tersetroom tanganku. Aku memegang benda panas di balik CD-nya. Aku pegang erat benda panas tersebut. Really?! Aku sangat penasaran, aku sibakkan CD-nya untuk melihat sejelas-jelasnya apa yang aku pegang.

Alamakk. Sulit dipercaya.. Sebatang tongkat tertanam kuat diantara selangkangannya. Aku masih belum percaya benar, aku ambil posisi berlutut di depannya sambil aku tarik-tarik batang kemaluan itu, siapa tahu cuma pasangan alias tidak asli.

Ternyata tidak, benda dengan diameter lebih dari 5 cm dan sepanjang teh botol lebih, masih tertanam kuat di rerimbunan rambut di antara selangkangannya. Antara melihat keajaiban dan nafsu yang sudah tidak karuan lagi aku perhatikan batang kemaluan itu dengan urat-urat sebesar kabel. Fantastik. Menjulang sedikit belok ke kiri. Dengan kepala besar, proporsional dengan batangnya. Benar-benar sempurna.

Akhirnya tanpa pernah belajar dari siapa pun, aku kulum batang kemaluan tersebut. Ini pertama kali aku mengulum batang kemaluan laki-laki. Wahh ternyata yang selama ini cukup menjijikkan; sungguh nikmat.

Pertama aku masukkan kepala penisnya, ke rongga mulut dengan pelan-pelan. Sungguh cukup lebar aku harus menganga. Aku isap-isap kepala itu. Aku lihat Budi merem-melek merasakan isapanku. Akhirnya aku masukkan dalam batang kemaluannya ke rongga mulutku. Hanya sebagian atau hanya setengah yang bisa tertelan mulutku.

Aku angguk-anggukkan kepalaku agar mulutku bisa bekerja naik turun. Wow, ternyata naluri seksku bisa berjalan tanpa pernah belajar. Aku jepit keras batangnya di antara bibirku, sambil terus bergerak naik turun. Sekali-kali aku lirik batang kemaluannya yang penuh urat yang besar-besar itu, membuatku tambah nafsu untuk mempermainkan mulutku. Dan Budi membalasnya dengan mengusap rambutku serta menciumi pipiku. Sapuan kumisnya di daerah pipiku, sungguh membuat aku terlena. Apalagi bibirnya yang sedikit merah medaratkan ciuman hangat di pipiku. Aku benar-benar melayang sampai langit yang ke tujuh.

Selang beberapa menit, sangat amat capai mulut ini. Betapa kerasnya mulut ini harus bekerja untuk menelan batang hangat panas, yang menyumbat habis mulutku. Tersedak aku dibuatnya. Ku keluarkan batang itu dari mulutku.

Tapi nafsu yang menggelora tidak pernah bisa aku padamkan. Aku ciumi seluruh permukaan batang itu dengan bibirku yang basah dan lidahku yang kumain-mainkan. Dari pangkal batang di rerimbunan rambut, menyusuri urat-urat besar di batangnya, perlahan dengan perasaan nikmat sampai ujung kepalanya. Di ujung kepala batangnya, aku berhenti, aku julurkan ujung lidahku untuk masuk ke lubang kepala batangnya. Huh, nikmat juga. Cukup lebar lubang kepala batangnya. Ujung lidahku cukup masuk ke lubang tersebut.

Cukup lama aku memain-mainkan ujung lidahku di lubang tersebut, sambil menetralisir mulutku yang tadi kecapaian. Setelah puas aku mempermainkan lubang batang penisnya. Aku lahap lagi batang kemaluannya ke dalam mulutku yang mulai kehausan lagi untuk menelan batang hangat panas itu.

Dengan pelicin ludahku yang sedikit mengalir di batang kemaluannya, aku susupkan dalam-dalam batang tersebut, maju mundur. Dan dengan semangat yang masih menggelora aku tekan lagi batang itu dengan kedua bibirku yang basah. Aku lirik wajah dan badan Budi yang menggelinjang karena isapanku yang mungkin cukup expert, walau I did the first time.

“Eh, baru pulang!” tiba-tiba Budi sedikit berteriak ke arah temannya yang tiba-tiba datang, tepat di depan kami, sambil melepaskan batangnya dari jepitan mulutku. Kemudian memasukkannya kembali ke dalam CD dan celananya.

Sungguh tidak enak, sangat tidak enak. Nafsuku yang sudah menggelora sampai ke planet Mars, tiba-tiba terbanting jatuh ke bumi di perkampungan Jakarta. Huhh! sangat mengganggu.

Akhirnya diperkenalkan temannya, namanya Adi. Setelah Adi membukakan pintu kamar, kami bertiga masuk. Kamar yang tidak terlalu besar, apalagi untuk bertiga. Hanya ada sebuah kasur besar di atas karpet.

Setelah kamar dikunci, Budi langsung menanggalkan seluruh pakaiannya, bajunya dan celananya, hanya tersisa CD-nya saja. Sangat seksi. Dan tidak lama kemudian dia langsung menanggalkan pakaianku satu per satu, aku menurut saja. Ia mendaratkan ciumannya ke pipiku dan bibirku. Wuu.. ronde kedua pikirku.

Tapi sekarang Budi yang aktif, setelah puas melumat bibirku, ia turun menciumi leherku yang cukup putih dan halus. Sementara Adi hanya melihat saja; tetapi tangannya gatal juga untuk mengelus-elus pipiku, dan batang kemaluanku. Aku tidak mempedulikan Adi. Fokusku tetap ke Budi. Setelah leherku, giliran putingku yang mendapatkan sapuan kumisnya dan hangat kenyutan bibirnya yang merah basah itu. Yes.. yes.., aku dibawa lagi ke awang-awang.

Lama dia mengenyot kedua putingku hingga membuatku mendesah, dan sekarang giliran bergerak perlahan menuju armpit-ku alias ketiakku. Huu.. Yess, aku mendesah semakin jelas, menandakan aliran darahku mulai tidak teratur lagi.

Setelah puas di daerah itu, giliran sekarang di tempat yang selalu aku jaga. Yah, di daerah terlarangku, alias kemaluanku. Mulutnya sangat hangat, terasa di kepala dan batang kemaluanku. Batangku dipilin-pilin. Oh, surga dunia kudapatkan.

Sambil merasakan pilinan mulut dan lidah Budi di kemaluanku, aku pegang tongkat estafet yang tadi sempat lepas dari mulutku di kursi depan kamar. Sekarang tanpa ampun lagi kubetot batang itu keras-keras, walaupun telapak tanganku tidak muat membetot batang itu seluruhnya, karena saking besarnya dia.

Aku kocok batangnya. Budi sudah melepaskan mulutnya dari batang kemaluanku. Sekarang giliran scrotumku yang mendapat giliran jilatan dan sapuan kumisnya. Sementara Adi hanya melihat saja kami main berdua.

Woww.., baru aku sadari bahwa scrotumku adalah daerah rawanku. Aku mendesah lebih keras, dan itu disadari Budi bahwa itu daerah rawanku. Ia tekan dengan bibir sambil mempermainkan lidahnya lebih cepat lagi. Aku semakin tidak karuan gerakan badanku dan pegangan pada tongkatnya kadang lepas, karena aku tidak bisa mengatur lagi irama kocokan untuk batangnya, cauze jilatan lidah dan bibir Budi di daerah scrotumku membuat aku seperti kuda binal.

Setelah beberapa menit Budi mengerjai scrotumku, aku tidak kuat lagi. Aku lepaskan batang kemaluan Budi, dan aku kocok sendiri batang kemaluanku di saat Budi aktif mempermainkan lidah dan bibirnya di daerah scrotumku.

“Oh, Bud.. Bud.. Crot-crot-crot..” semburan air mani hangat mengenai wajahnya, terutama pipinya.

Aku mengelinjang, mengelenjot seperti ayam yang baru disembelih. Oh.. aku kuras semua air maniku, aku tumpahkan ke wajah Budi. Aku tersenyum puas, Budi pun membalas senyumku, sangat manis. Tapi aku tidak membiarkan Budi berdiam diri saja setelah berhasil menguras habis air maniku. Dengan sisa tenagaku aku kulum lagi batang kemaluannya yang juga sudah kangen dengan lubang mulutku.

Aku gerakkan maju mundur, lebih cepat lagi. Aku tahu Budi juga sudah di ubun-ubun nafsunya. Warming up -ku di luar kamar tadi sudah cukup lama membuatnya terbang juga. Aku coba lebih keras dan cepat lagi kocokan batangnya dengan mulutku. Tidak mempan juga, padahal 15 menit sudah aku melakukannya itu sampai mulutku kejang kecapaian. Akhirnya aku lepaskan juga batang maut itu. Aku berpindah ke bagian scrotum, siapa tahu dia mempunyai daerah rawan yang sama denganku, sambil aku kocok batangnya dengan tanganku. Dia merasakan nikmatnya. Tetapi batang itu masih saja tegak berdiri, sampai tanganku sekarang yang giliran kecapaian 15 menit mengocok batangnya.

Akhirnya aku susuri seluruh badannya dengan bibir dan lidah yang aku main-mainkan. Ke daerah ketiak.. dan pindah ke putingnya. Aku isap kuat-kuat putingnya dengan bibirku yang basah, sambil tanganku tetap mengocok batangnya.

Saat aku isap putingnya. Tiba-tiba tangannya mengambil alih kendali tanganku yang mengocok batang besar kemaluannya. Dia mengocok sendiri batangnya, dengan cepat dan sangat cepat.

Dan croot! croot! croott! semburan keras air mani kental, mengenai wajahku dan rambutku, bahkan semburan yang tidak terhalang wajahku tersemprot mengenai atap kamar. Woow luar biasa. Dia berkelojotan juga sebagai gerak balik dari semburan air mani kental yang tersemprot sangat kuat.

Sementara Adi melihat kami berdua, sambil senyum-senyum nyengir saja. Dan kami membersihkan badan, terus mau tidur dengan Budi memelukku, dan di sebelahnya Adi. Adi akhirnya ngocok juga dengan berusaha sambil mengisap batang Budi yang ternyata masih berdiri tegak. Dan Adi mengeluarkan juga air maninya. Akhirnya kami bertiga tidur terlelap semua.

*****

Sejak saat itu, aku sering ketemuan dengan Budi. Dan aku lebih sering diajak nginap di rumah sebenarnya bukan di kos-kosan. Dia masih tinggal dengan kedua orang tuanya dan berjibun anggota keluarga lainnya, termasuk seluruh keponakan-keponakannya. Aku bisa akrab dan sangat akrab dengan seluruh anggota keluarganya, dari yang bayi 1 tahun sampai kedua orang tuanya. Mereka semua tidak tahu, hubungan macam apa yang terjadi antara aku dan Budi. Karena penampilan kami wajar-wajar saja. Tanpa kusadari aku telah menjadi boyfriend Budi. Pertama aku merasa aneh, masa’ lelaki punya pacar lelaki. Ah, mungkin aku kuno.

Dari waktu ke waktu, akhirnya aku tahu bahwa Budi pernah sangat dekat dengan kalangan celebritis top dan orang-orang terkenal lainnya, yang nota bene orang-orang “sakit”. Dan itu bukan isapan jempol, karena adik maupun orang tua Budi pernah cerita bahwa artis A, B, C sampai Z dulu sering kesini. Bahkan tetangganya di perkampungan yang cukup kumuh tersebut juga cerita. Artis A dulu sering kesini, atau artis B pernah kesini. Tetapi sekarang, orang yang ibarat menjadi piala bergilir itu ada di pelukanku.

Aku tidak peduli lembaran hidupnya sebelum ini. Walau sempat timbul dalam hatiku, kenapa ia memilih aku. Aku sangat berada jauh di bawah mereka-mereka yang sudah tenar dan kaya itu. Atau wajahku yang cukup sendu dan manis? He.. hehe.. tentu ge-er ku ini tidak beralasan. Atau mungkin karena aku selalu apa adanya, dan sedikit care walaupun itu dengan berjibun keponakan-keponakannya? Mungkin iya kali’, aku berusaha untuk go down to the earth. Ah, tidak baik memuji diri sendiri.

Tapi sayang, kebahagiaanku tidak begitu lama. Setelah aku tahu, bahwa Adi yang Budi bilang temannya itu ternyata pacarnya yang terakhir sebelum kenal aku. Shock, aku dibuatnya. Walaupun Budi selalu bilang bahwa ia telah putus dengan Adi, dan selalu bilang saya punya sifat yang sangat beda dengan Adi maupun pacar-pacar sebelumnya. Tidak cukup kata-kata itu menyembuhkan rasa sakit ini.

Aku juga tahu Budi sangat serius meninggalkan Adi. Tapi Adi tidak mau ditinggalkan begitu saja. Walaupun selama ini anggota keluarga Budi tidak ada yang menaruh sympati dengan Adi, dia tetap sering datang dan datang ke rumah Budi. Dan itu cukup menyesakkan hatiku. Akhirnya aku sering mengalah, untuk meninggalkan Budi. Tetapi semakin aku meninggalkannya, semakin dia berusaha untuk mencari dan mendapatkanku. Jakarta ini sudah tidak ada tempat lagi untuk bersembunyi dari Budi. Bahkan di daerah asalku pun tidak luput dari jangkauannya.

Akhirnya kujalani hidup ini dengan kebahagiaan dan kengiluan luar biasa bercampur jadi satu. Di saat Budi dekat dengan Adi, aku cari kompensasi baru untuk mengobati luka bathin, dengan membuka hati kepada lelaki muda yang mungkin bisa mengisi hatiku. Kebetulan aku sekarang prefer dengan “brondong” alias cowok-cowok muda belia.

Sampai sekarang belum ada brondong yang bisa lama mengisi hatiku. Semua sudah terkontaminasi dengan kilau Jakarta. Disamping seleraku cukup tinggi (alat vital sudah bukan jadi kriteriaku lagi), yang membuat cukup sulit brondong menyelinap di hatiku.

Setelah ber-tahun-tahun aku merasakan pahit getirnya kota Jakarta, dan madu – racun berhubungan dengan Budi. Akhirnya aku tinggalkan semua itu, jauhh.. Mungkin dengan melihat dari jauh, akan ketahuan seperti apa hidupku yang selayaknya. Walaupun aku disini, merasakan ada yang hilang. Tapi biarlah.. semua aku hadapi hidup di negeri orang ini, sendirian.


E N D





Yang mau baca serial Gay asli Indonesia, silahkan baca serial Pelepasan dengan setting Solo, Jogja, dan Boyolali, dan rasakan rollercoaster kisah gay yang begitu menyentuh dan nyata disini. selamat membaca:
Melajulah "Pelepasan"ku klik disini 

Pelepasan Remah ke 1 klik disini
Pelepasan Remah ke 2 Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 Klik disini
Pelepasan Remah ke 5 Klik disini
Pelepasan Remah ke 6 Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 Klik disini
Pelepasan Remah ke 9 Klik disini
Pelepasan Remah ke 10 Klik disini
Pelepasan Remah ke 11 Klik disini
Pelepasan Remah ke 12 Klik disini
Pelepasan Remah ke 13 Klik disini
Pelepasan Remah ke 14 Klik disini
Pelepasan Remah ke 15 Klik disini
Pelepasan Remah ke 16 Klik disini
Pelepasan Remah ke 17 Klik disini
Pelepasan Remah ke 18 Klik disini
Pelepasan Remah ke 19 Klik disini
Pelepasan Remah ke 20 Klik disini
Pelepasan Remah ke 21 Klik disini
Pelepasan Remah ke 22 Klik disini
Pelepasan Remah ke 23 Klik disini
Pelepasan Remah ke 24 Klik disini
Pelepasan Remah ke 25 Klik disini
Pelepasan Remah ke 26 Klik disini
Pelepasan Remah ke 27 Klik disini
Pelepasan Remah ke 28 Klik disini
Pelepasan Remah ke 29 Klik disini
Pelepasan Remah ke 30 Klik disini
Pelepasan Remah ke 31 Klik disini
Pelepasan Remah ke 32 Klik disini
Pelepasan Remah ke 33 Klik disini
Pelepasan Remah ke 34 Klik disini
Pelepasan Remah ke 35 Klik disini
Pelepasan Remah ke 36 Klik disini
Pelepasan Remah ke 37 Klik disini
Pelepasan Remah ke 38 Klik disini
Pelepasan Remah ke 39 Klik disini
Pelepasan Remah ke 40 Klik disini
Pelepasan Remah ke 41 Klik disini
Pelepasan Remah ke 42 Klik disini
Pelepasan Remah ke 43 Klik disini
Pelepasan Remah ke 44 Klik disini
Pelepasan Remah ke 45 Klik disini
Tongkat Estafet Kedua Klik disini
14 Fakta Di Balik Serial Pelepasan Klik disini
Untuk "Pelepasanku" Klik disini
Celoteh di balik Pelepasan Klik disini

Tuesday, July 12, 2016

Ujang 03





Sambungan dari bagian 02
Eh, ini anak belum tahu rasanya, sekali tahu rasanya jagi ketagihan nih, kataku dalam hati. Karena Ujang keluar duluan maka aku menindih tubuhnya sambil kuselipkan batang kemaluanku diantar pahanya dan kuminta dia untuk menjepitnya dengan kuat sampai akhirnya aku mencapai puncaknya dan kukeluarkan spermaku di atas perutnya sehingga perut Ujang penuh dengan leleran spermaku yang kemudian kuratakan ke arah dadanya sekali dan kulihat batang kemaluan Ujang sudah menegang lagi aku segera mengambil inisiatif untuk menghisapnya lagi dan kulumuri batang kemaluannya dengan air ludahku sampai cukup basah semuanya kemudian aku mengangkanginya dan jongkok di depannya serta mengarahkan batang kemaluannya ke arah lubang anusku.
Ketika batang kemaluan Ujang yang besar itu mulai memasuki lubangku, kurasakan sakit sekali karena batang kemaluan Ujang memang sangat besar dan panjang, senti demi senti kumasukkan perlahan-lahan sampai akhirnya amblas semuanya kutahan untuk beberapa saat sampai rasa sakit itu berangsur-angsur hilang dan kurasakan ada sesuatu benda kenyal yang mengganjal di dalam lubangku, aku naik-turunkan badanku dan kudengar rintihan dan lenguhan Ujang makin lama makin keras dan memburu dan kurasakan ada cairan hangat yang menyembur di dalam lubang anusku. Aku segera berlari ke kamar mandi yang ada di kamar itu dan kubersihkan diriku, kuguyur tubuhku dengan air hangat yang memancar dari shower, kubiarkan pintu kamar mandi terbuka sehingga aku bisa melihat Ujang masih menikmati sisa-sia kenikmatannya. Ketika dia menoleh ke arahku, kulambaikan tanganku untuk untuk memanggilnya agar bersama-sama mandi di bawah guyuran air shower ini.
Rupanya dia mengerti keinginanku, dia segera bangun dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi dan ikut mengguyurkan dirinya di bawah shower, sambil saling menyabuni badan kami masing-masing terlebih-lebih menyabuni batang kemaluan lawan mainnya sampai tegang kembali. Akan tetapi tidak sampai terjadi ML di dalam kamar mandi itu, karena hari sudah malam, maka kami segera mengeringkan badan kami. Dan kulihat Ujang ingin segera berpakaian dan kembali ke kamarnya, akan tetapi aku mencegahnya, agar malam ini dia tidur di kamarku saja dan tidak usah berpakaian. Akhirnya kami berdua dalam keadaan telanjang bulat langsung nyungsep di bawah selimut yang tebal sambil berpelukan untuk saling memberi kehangatan di malam yang dingin itu dengan perasaan puas karena bisa saling memberi kenikmatan.
Ketika menjelang pagi kurasakan ada sesuatu yang hangat, kenyal dan bergerak-gerak menyentuh perutku, aku segera bangun dan kulihat Ujang masih terlelap di sampingku sambil tangannya melingkar di atas perutku dan kudengar dengkuran kecil keluar dari mulutnya, dan ternyata benda hangat itu adalah batang kemaluan Ujang yang sudah menegang kembali menjelang pagi ini. Segera kuraih batang kemaluan Ujang yang sudah tegang itu kukocok perlahan-lahan dan kulihat dia menikmati kocokan tanganku itu, dengan menggeliatkan tubuhnya sehingga tubuhnya terlentang sehingga batang kemaluannya yang tegang itu seperti tugu Monas yang sedang menjulang tinggi, segera kuhisap batang kemaluannya, mungkin karena keenakan sehingga dia akhirnya Ujang terbangun.
“Eh, Mas Adi, aduh enak lho Mas Adi, kalo digitukan,” kata Ujang polos.
“Kamu mau coba nggak ngisep batang kemaluanku.”
“Aduh, aku nggak bisa nih Mas Adi.”
“Ayo kamu coba dulu.”
Akhirnya aku mengambil posisi 69, sehingga batang kemaluan Ujang tepat didepan mulutku dan batang kemaluanku pun tepat di depan mulut Ujang, akan tetapi dia masih ragu-ragu, mula-mula batang kemaluanku dikocok-kocoknya dengan perlahan-lahan, kemudian diciumnya dan akhirnya kurasakan sesuatu yang hangat dan basah menyentuh batang kemaluanku, ternyata Ujang berusaha untuk menjilati batang kemaluanku. Kurasakan beberapa saat kemudian kurasakan jilatan itu berubah menjadi hisapan pada batang kemaluanku, sedangkan mulutku tetap menghisap batang kemaluannya tangan mulai bergerilya untuk merusaha mencari lubang anusnya yang masih terasa sempit sekali. Aku lumuri jariku dengan air liurku kemudian kumasukkan dalam anusnya setelah agak lancar maka mulai dua buah jariku masuk ke dalam anusnya sampai akhirnya tiga jariku bisa masuk ke dalam anusnya. Kucabut batang kemaluannya dari mulutku dan juga kucabut batang kemaluanku dari mulutnya, segera kutelentangkan dia, kuangkat kedua belah kakinya sehingga lubang anusnya mendongak ke atas.
“Aku ingin memasuki lubang kamu, Jang.”
“Mungkin untuk pertama kali akan terasa sakit, tapi kamu tahan yaa Jang,” pintaku.
Dia tidak bereaksi hanya mengangguk perlahan, segera kupegang batang kemaluanku dan kumasukkan ke dalam lubangnya yang masih terasa sempit sekali, sehingga aku harus berulang-ulang mencobanya, sampai pada usahaku yang ketiga aku baru berhasil memasukkan batang kemaluanku ke dalam lubangnya dan kudengar erangan Ujang karena kesakitan dan kulihat ada aliran air bening yang keluar dari kedua belah matanya. Sambil mencengkeram kasur dia menahan masuknya batang kemaluanku senti demi senti. Setelah semuanya bisa masuk sampai pangkalnya aku segera berdiam diri untuk memberikan kesempatan kepada Ujang untuk beradaptasi dengan keadaan batang kemaluanku berada di dalam lubangnya itu. Setelah beberapa saat aku mulai menggenjotkan pinggulku maju-mundur di atas pantat Ujang, sampai akhirnya aku tak tahan lagi merasakan keenakan karena lubang anus Ujang yang masih perawan ini. Tidak berapa lama kemudian akhirnya aku muncrat juga di dalam lubang anus Ujang.
“Aaahhh, aaaduuuhh Jaaangg.”
“Eeennaaakk Jaang pantatmu, Jang.”
“Perawan lagi Jaaang, beruntung aku dapet kamu Jaaang…”
Sampai akhirnya aku menggelosor di atas dada Ujang, sedangkan batang kemaluan Ujang masih tegak berdiri dan dia juga ingin minta jatah juga untuk segera dikeluarkan isinya, maka segera aku telentang sambil mengangkat kakiku dan kusuruh Ujang untuk memasuki lubangku yang tentunya sudah tidak perawan lagi. Ujang pun menuruti kemauanku dengan segera, dia menancapkan batang kemaluannya yang besar dan panjang itu ke dalam lubang anusku dan kemudian menggenjotnya dan tak berapa lama kemudian kudengar lenguhan yang keras dan… “Crooot… croot, crroot…” kurasakan denyutan dan semburan spermanya di dalam lubangku.
Pagi itu, kami mandi berdua di dalam bathup sambil berendam air hangat, saling menyabuni tubuh kami masing-masing, membersihkan batang kemaluan lawan mainnya, berpelukan di dalam bathup sambil merasakan air hangat. Ketika kami selesai mandi hari sudah siang karena matahari sudah tinggi dan jam dinding sudah menunjukkan pukul 07.00, Ujang jadi kelabakan, karena dia belum membereskan dan membersihkan rumah yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya, biasanya dia jam 05.00 pagi sudah mulai bersih-bersih rumah, menyapu kebun, menyiapkan sarapan dan sebagainya. Akan tetapi hari itu aku tidak menuntut semua kewajiban dan tanggung jawab Ujang terpenuhi semuanya karena semua ini memang kesalahanku juga.
“Jang, nyapu kebunnya besok aja, khan Oom baru pulang dua hari lagi,” kataku.
“Terus beresin rumah entar siang aja, mendingan sekarang kita buat sarapan bareng-bareng saja yaa…” kataku.
“Baiklah, Mas Adi.”
Kami berdua kemudian menuju ke dapur, karena tidak ada yang siap untuk dimakan pagi itu akhirnya, pagi itu kami bedua sarapan dengan mie instan dan telur rebus, sambil minum susu coklat panas.
Selama masih ada waktu berlibur di rumah oomku, maka aku tidak menyia-nyiakan waktu yang ada untuk setiap malam selalu ML dengan Ujang, sampai pada hari yang ketiga tiba, dimana oomku sudah kembali dari Jakarta dan tidur di rumahnya, malam itu aku begitu merasakan kesepian yang amat sangat, karena tidak mungkin aku harus tidur dengan Ujang lagi, aku jadi gelisah dan tidak bisa tidur walaupun sudah tengah malam, sampai akhirnya aku keluar kamar dan kubuka pintu yang menuju ke ruang belakang kuhampiri kamar Ujang, pintu kamarnya terkunci dari dalam, kuketuk beberapa kali tidak ada balasan akhirnya kuputuskan untuk kembali kekamarku kembali. Paginya ketika subuh, aku segera keluar dari kamarku menuju ke ruang belakang, karena aku tahu bahwa Ujang pasti sudah bangun dari tidurnya dan sudah mulai melaksanakan semua tugas rutinnya. Ternyata ketika aku berjalan ke belakang kudengar suara di dapur, ketika kulongok ternyata Ujang sedang mempersiapkan untuk memasak air dan menanak nasi, segera kuhampiri dia dan kupeluk dari belakang, Ujang agak terkejut tapi akhirnya bisa menguasai diri.
“Jang, aku semalam nggak bisa tidur. Aku selalu inget kamu, aku tadi malem mau ke kamarmu tapi terkunci dari dalam, makanya nanti malam kamar kamu jangan dikunci yaa, biar kalau aku kangen sama kamu, bisa masuk kamar kamu, oke?”
“Baik, Mas Adi,” jawab Ujang. Hari-hariku berjalan penuh dengan kejenuhan karena tidak bisa selalu bersama dengan Ujang, aku merasa kesal, aku merasa bosan, walaupun malam hari bisa bertemu dengan Ujang dan ML, akan tetapi rasanya tergesa-gesa dan seperti maling saja.
Setelah genap seminggu aku di rumah oomku, maka pagi itu aku minta ijin kepada oomku untuk pulang balik ke Surabaya, dan akhirnya aku diantar oleh oomku ke stasiun pada saat aku berada dalam mobil oomku, aku sempat melihat Ujang melambaikan tangan untukku dengan pandangan mata yang penuh dengan sejuta misteri yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Apakah aku jatuh cinta sama Ujang, atau sebaliknya Ujang yang jatuh cinta sama aku. Aku sendiri tidak bisa menjawabnya karena batinku selalu bergejolak. Di dalam mobil aku lebih banyak berdiam diri, dan kujawab pertanyaan dari oomku, sebatas yang diperlukan saja, sampai akhirnya mobil berhenti di depan stasiun kereta api yang akan membawaku kembali ke Surabaya.
Di dalam perjalanan dengan kereta api itu, alam pikiranku berjalan kembali bagai kilas balik, seperti film yang diputar ulang tentang apa yang telah terjadi antara aku dan Ujang. Aku ingin merasakan sisa-sisa kenikmatan, sisa-sisa kehangatan pelukannya, tusukan batang kemaluannya yang sepanjang 21 cm itu. Dan akankah kita akan bertemu kembali Ujangku sayang. Aku berjanji liburan semester depan aku akan mengunjungimu lagi Ujangku, asalkan kamu masih bekerja di rumah oomku. Salam manis selalu Ujangku, dan kututup adegan terakhir dalam lamunanku dengan senyumku yang kupaksakan. I always miss you, Ujang.
TAMAT

hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini