Ada rasa
lega usai aku menghapus akun ADI di BBM-ku.
Kadang kita
memang harus tegas dalam menyikapi permasalahan kehidupan sehari-hari. Kalau mengandalkan perasaan, kita akan
diombang-ambingkan oleh perasaan itu sendiri.
Mungkin aku terlalu emosional.
Tak apa.
Sebagai pria dewasa, kita memang mudah emosional. Maunya cepet beres. Maunya
nggak bertele-tele. Maunya yang ringkas dan akas. Bisa jadi sifat itu yang
membuatku mendapat beberapa jabatan di kantor.
Aku segera
berbenah, menyiapkan perlengkapan yang akan ku bawa ke Jogya. Sesuai rencana, aku tetap akan pergi. Tiket
sudah aku pesan by Alfamart. Aku cuma bawa dua kaos saja. Toh aku cuma sehari saja di sana.
“Trus lapo
kowe nang kono, Cung?” tanya emak.
“Ya pergi
saja, mak”
“Ada teman
di sana?”
“Banyak,
mak. Jangan kuatir, saya nggak neko-neko kog”
“Iyo,
ati-ati, saiki akeh wong lanang nggak genah”
Hih. Emak langsung menyebut banyak lelaki tak baik. Aku
diam. Emak pasti tahu, aku pergi menemui lelaki, bukan perempuan. Kupeluk emakku. Emak selalu begitu. Meski tak pernah menuduhku sebagai gay, aku
yakin emak tahu lakon hidup apa yang sedang kujalani ini. Emak pasti tahu betapa aku jatuh bangun
mencari lelaki yang bisa melipur laraku.
Mak, kamu
emak terhebat di dunia.
Jangan
kuatir, aku bisa menjaga diriku sendiri. Insya Allah, aku tahu mana
lelaki bajingan dan mana lelaki yang patut dipertahankan. Doakan saja
aku selamat sampai tujuan ya mak.
**
Di Stasiun
Gubeng ternyata kereta yang menuju ke Yogya sudah siap. Pukul 17.00 pas, kereta
Bima mulai melaju meninggalkan kota Surabaya.
Perasaanku
kacau. Bingung. Entah apa yang sedang kulakukan, aku sendiri tak tahu. Yang
kutahu, aku harus pergi. Itu saja. Soal uang, alhamdulillah, semua dana THR
sudah masuk ke rekening. Jadi tak ada masalah dengan keuanganku. Yang ada hanya
masalah hati. Hatiku seperti
diudak-udak.
Entah apa
karena masalah si ADI atau masalah lain.
Di pojok
kursi aku mulai mencari posisi yang enak.
Kulihat di depanku sepasang suami istri berumur lanjut nampak duduk
dengan tenang. Tak ada banyak percakapan
yang mereka lakukan. Namun
sentuhan-sentuhan ringan sang istri pada suaminya yang mulai menua, membuat
hatiku hancur.
Betapa
bahagia lelaki tua itu.
Amalan apa
yang dia lakukan sehingga menemukan pasangan hidup yang begitu penuh kasih. Ibu
itu memang tidak cantik, namun cara dia melayani suaminya dengan penuh
kelembutan membuatku iri. Cara dia memandang raut wajah suaminya itu membuatku menemukan contoh yang benar tentang mencintai.
Aku mencari
tissu.
Air mataku mulai menetes. Sayangnya
yang ada hanya handuk kecil. Kupakai
untuk menutupi mataku yang mulai banjir air mata.
Tuhan memang tak adil. Kenapa dia mempertontonkan sebuah pemandangan
yang membuat hatiku hancur!!
Kenapa tidak
semua orang KAU jadikan sperti ini?
Kenapa ada pernikahan yang harus berakhir dengan perceraian? Kenapa ada yang ditinggalkan karena
kematian? Kenapa ada yang ditimpakan
sifat gay, yang jelas-jelas tak bakal bisa mencapai kesempurnaan cinta seperti
yang terlihat di depanku ini?
Kenapa
Tuhaaaan ...
Dadaku
bergemuruh. Tangisku memang tak
terdengar. Tapi air mataku membanjir
seperti air bah di Aceh. Beruntung tak
ada penumpang di sebelahku, sehingga aku leluasa menyembunyikan isak tangisku
ini.
Aku
mengucapkan istighfar.
Astaghfirullah
... astaghfirulah hal adzim.
Ampuni aku
ya Allah ...
Ampuni aku
...
Betapa tak
bersyukurnya diriku ini. Betapa aku tak berterimakasih atas segala karunia yang
telah diberikan Allah padaku. Secara
pekerjaan, aku sudah punya pekerjaan tetap.
Tahun ini bahkan aku memegang 4 jabatan yang membuat teman-teman
seangkatan iri.
Tahun ini
aku sudah sanggup membeli mobil, meski masih harus mencicil hingga lima tahun
ke depan. Soal rumah, aku sudah punya meski (lagi-lagi) masih harus mencicil selama sepuluh tahun.
Apapun caranya, ini anugerah, bukan?
Apapun caranya, ini anugerah, bukan?
Soal
kesehatan, aku juga harus banyak bersyukur.
Aku masih diberi anugerah kesehatan yang prima. Banyak teman-temanku yang sudah pada meninggal. Ada yang kena diabetes
aku, sakit jantung, kecelakaan kerja dan kena AIDS.
Ya Tuhan ...
betapa serakahnya aku dengan semua ini.
Jelas saja
Allah tak bakal memberi apa saja keinginanku.
DIA hanya memberi apa yang aku butuhkan.
Bukan apa yang aku inginkan. Bisa
jadi Tuhan tahu, aku tak butuh pasangan saat ini. Bisa jadi jika dia memberi aku pasangan, akan
berakhir dengan buruk.
Bisa jadi.
BTW, aku
harus jujur bahwa bahkan hingga hari ini aku tak pernah mengucapkan permintaan
untuk punya pasangan (wanita). Yang
kuminta malah pengen punya pasangan pria yang baik hati, jujur, perhatian dan
punya pekerjaan tetap.
Dan Tuhan
memang mengabulkan permohonanku itu.
Banyak lelaki yang datang dan bercinta denganku. Cuma itu saja. Tak ada kelanjutan lagi, cos aku menilai
bahwa mereka bukanlah lelaki yang kuinginkan.
You know, seks
bukan lagi ukuran sakral buatku.
Aku tak bisa
menjalin hubungan dengan cara seperti yang pria-wanita laukan. Melakukan pendekatan intens, lamaran, menikah
dan melakukan seks.
Urutannya
terbalik dalam rumus hidupku.
SEKS first, nyaman,
dua-duanya setuju, baru akan kujalani hubungan percintaan. Tentang kebutuhan
seks, harus aku akui aku memang agak hyper.
Paling nggak seminggu 4 atau 5 kali harus bercinta.
Itu sebab
aku menolak Long Distance Relation.
Bisa jadi
yang sanggup bertahan dengan LDR adalah lelaki (gay) yang punya hasrat seksual
rendah. Hah? Ada ya lelaki yang seperti itu? Ada. Banyak.
Jadi inget
si Rendy, mantanku yang ke 158.
Dia masih
muda, manis, tubuh atletis, pintar dan romantis. Hubungan kami sepertinya sempurna. Seminggu dua kali kami bertemu. Tapi sebulan
berjalan, aku baru sadar, Rendy bukanlah pria penuh gelora.
Ada saja
alasannya kalau diajak bercinta.
Yang habis
diarelah. Yang nggak enak badanlah. Yang
lagi setresslah. Yang lagi banyak urusanlah. Yang lagi banyak pekerjaan di kantorlah. Itu
mah alasan!
Orang
kantoran itu lho, apa sih pekerjaannya? Paling ngetik satu dua surat. Paling
terima telpon dari customer. Paling
ngecek surat-surat yang harus ditangani sang boss!
Jangan-jangan
dia memang tak becus mengatur waktu.
Waktunya
kerja dibuat BBM-an. Yang jelas bukan BBM-an sama aku. Karena aku sudah komitmen, tak akan membuka
hapeku kala bekerja. Aku hanya membuka hapeku kalau jam makan siang atau jam
istirahat.
Entahlah,
akhirnya aku memutuskan hubungan kami.
Jadi sekali
lagi aku jelaskan, berakhirnya hubungan itu bukan hanya pada satu pihak. Pasti
kedua belah pihak sama sama punya andil yang sama membuat kesalahan.
Aku
tertidur.
Kereta tetap
melaju menuju ke Jogya. Sungguh nyaman
perjalanan kali ini. Ada sedikit beban
dalam dadaku yang hilang. Mungkin larut
bersama tangisku tadi.
hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini
No comments:
Post a Comment