Satu menit
sudah berlalu.
Aku dan Kunto
saling terdiam. Kami seolah kehabisan
bahan pembicaraan. What should we talk
about? Aku tak biasa bertanya terlalu
mendalam ke masalah pribadi seseorang yang baru ku kenal.
“Mas …”
Kunto terdiam. Dia malah sibuk memijit leher bagian
belakangnya. Matanya cuma terlihat putihnya saja. Astaga naga. Itu kelakuan demit kalau mau memutuskan
lehernya sendiri dan mulai menyerang musuhnya.
“Mas Kunto …
kamu kenapa, mas?” kataku seraya mendekatinya.
“Stop pak”
Aku
menghentikan langkahku . Sepertinya dia
serius sekali. Aku mulai bergidik. Badanku lemas. Tengkukku mulai terasa dingin. Seperti ada segumpal es batu yang tertahan di tengkukku.
“Hahahaha …
kenapa pak?” tanyanya menggelegar.
“Astagfirullah.
Aku takut mas kenapa-kenapa?”
“kenapa”
“Enggak sih”
“Pak …,” Kunto
meraih tanganku dan menarikku ke dekatnya.
Matanya
memandang ke dalam mataku. Mukanya
serius sekali menatap dahiku, hidungku dan bibirku. Aku balik menatapnya dalam-dalam. Tuhan, kenapa aku jadi luluh dalam pandangan
matanya seperti ini?
“Pak begitu,
kan?”
“Maksudmu apa?”
“Bapak juga
gini kan?”
Kunto berdiri
dengan secepat kilat. Tangannya memeluk
tubuhku. Tubuh kami saling berpelukan. Aku ragu meraih tubuhnya. But I can’t lie, I wanna make love with him.
I really want him now.
“Hhh ...”
jawabku lemah.
Bibir Kunto
sudah melumatku dengan ganasnya. Aku
tunduk dengan kekuatannya ini. Aku
membalas kecupannya dengan lemah. Aku
masih tak percaya dia melakukan ini padaku.
“Pak … cium
aku mesra”
Kutampar
wajahnya dengan keras sekali. Kunto terhenyak. Dia seperti terkaget dengan tamparanku. Aku serius menamparnya. Aku tak suka diperlakukan begini. Aku benci pria-pria yang seperti ini. Inilah yang kusebut Pria ASU.
“Maaf,
pak. Saya khilaf”
Kunto terduduk
di ujung dipan. Matanya tertuju ke bawah
tanah. Dia seperti malu. Malu setengah mati. Lelaki mana yang tak malu kalau birahinya
tertahan atau tertolak. Hanya lelaki
tolol saja yang menerima kala gairahnya tertolak.
“Saya nggak
suka mas Kunto begini”
“Ngapunten
pak. Saya kira bapak begini”
“Emang saya
kelihatan seperti itu?”
“Endak pak”
“jadi itu
kenapa mas ngajak saya ke sini?”
“Mboten, pak”
"Saya kira mas memang mau nolong saya"
"Enggih pak"
"Trus ini balasannya? Kamu salah, mas! "
"Maaf pak”
"Maaf pak”
“Kamu tahu
salahmu, mas?”
“Nggih pak”
“OPO?”
“NYIUM Pak
tadi”
“Dudu kuwi!”
“trus nopo
pak? Tanyanya dengan polosnya.
“Salahmu cuma
satu.”
“Nggih pak?”
“Kenopo nggak
bilang dari tadiiiiii?”
Hahahahaha …
Aku langsung
memeluk Kunto. Aku memeluknya dengan
erat. Tak kupedulikan bau badannya yang kecut seperti luwak. namun
Kunto tak kunjung membalas pelukanku. Dia seperti masih
tertegun. Bisa jadi dia kapok aku
begitukan tadi.
Berikutnya, kami bercinta.
Di dapur, di
kamar mandi dan di kamar depan. Harus
kuakui, badannya yang seperti kerbau ini seperti mengandung magnet. Sekali menempel, ingin terus menerus menempel
ke tubuhnya. Aku mencandu tubuhnya ini.
Bibirnya yang tebal itu terasa dasyat kala menyentuh
bibirku, leherku, putingku dan sekujur lapisan kulit penisku. Aku mengerang tak tertahankan lagi kala dia
mulai menjilati seluruh tubuhku. Tak terkecuali
lapisan pantatku. Gosh … lidah ndeso
tapi berskala international.
Gaya Kunto
sudah kayak pemain film blue professional.
Bagaimana cara
dia memperlakukanku sudah seperti bintang-bintang porno kelas atas. Aku merasa sangat puas dengan ciumannya. Aku merindukan dekapan hangatnya.
Aku menginginkan gerakan liar tubuh telanjangnya yang naik turun di atas tubuh
telanjangku.
Kupastikan
kami orgasme di setiap tempat permainan.
Tapi hey … tak
lengkap rasanya kalau tak merasakan penisnya yang tebal dan panjang itu
menembus pantatku. Aku ingin terkoneksi
dengannya. Satu satunya cara adalah
penisnya harus menembus anusku. Rasaku
sudah tak tertahan lagi.
Sudah
kusentuh-sentuhkan ujung anusku di hadapan sang monster.
Hah. Sang monster cuma tersenyum sinis sambil
melengos. Hey … monster, segera tusuk
diriku, segera koneksikan dirimu dengan diriku.
Aku ingin kamu dan aku segera menyatu dalam satu alunan nada cinta.
Sang monster
bergeming.
“KUN … fuck me”
“pak mau saya
tusuk?”
“Hmm … iya”
“Yakin, bapak
mau saya masuki?”
“Yes. Do it”
“Duit?”
“Haish. Cepet masukkan kunto sayang”
“Pak …”
“Iya”
“Kerjakan, mas”
“Saya bottom,
pak”
WHAT!!!!!
hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini
hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini
No comments:
Post a Comment