“Jemput aku, mas”
“OK”
“Dimana?”
“Di Depan Pasar
Turi ya”
“OK. Jam berapa?”
“Jam tiga”
“Deal”
Jam setengah tiga
sore aku sudah kabur dari kantor. Ini kencan
kami kedua. Sepertinya kami memang belum
benar-benar tahu satu sama lain. Kadang masih ada miss kala saling berkirim
pesan.
Rencananya aku mau
ngajak Frans nonton film saja. Aku
memilih nonton film Captain Amerika : Civil War di Mall. Frans setuju.
Kebetulan dia juga belum nonton film itu.
Jam tiga pas, aku
tiba di tempat kami janjian. Frans nampak tampil rapi, pakai celana jins dengan
bajunya yang berwarna cerah. Senyumnya
nampak manis sekali.
“Mas ...”
“Hay sayang ...”
Frans menyentuh
bahuku dengan penuh sayang. Kuingatkan dia untuk segera menggunakan seat belt. Meski
tidak urgent, aku malas berurusan dengan polisi gara-gara tak pakai sabuk
pengaman. Kadang polisi kan nyari-nyari
masalah di jalanan.
Jam empat persis
kami tiba di bioskop.
Tak terlalu banyak
yang menonton film ini. Bisa jadi nanti malam baru banyak pengunjungnya. Dan
aku menilai Frans adalah pecinta sejati.
Dia tak malu atau segan jalan bersama pria yang pantas menjadi ayahnya.
Sesekali tangannya bahkan menggandengan tanganku.
Aku menepisnya.
Bagaimanapun juga,
akan terlihat tak pantas kalau sesama lelaki bergandengan tangan. Aku merasa kami tetap harus menjaga privacy
kami masing-masing. Ehm, bisa saja sih kalau ada yang tanya tentang Frans, aku akan mengakuinya sebagai keponakanku. Semoga tak ada yang melihat kami sedang
berduaan.
Film Captain
America nyatanya tak sebagus yang dipromokan. Alur ceritanya membingungkan dan
membosankan. Aku tak erlalu menikmati film ini.
Jadi yang kulakukan hanya bersandar di bahu Frans. Kucoba untuk tidur saja.
“Mas ... pengen,”
bisik Frans sambil mengarahkan tanganku ke dalam selangkangannya yang tertutup
oleh jaket.
Hah.
Tanganku menyentuh
sebongkah daging tebal di atas selangkangan Frans. Dasar anak ini memang sepertinya agak
hyperseks. Tapi aku suka dengan
keterusterangannya ini. Aku suka dengan pria yang tak berbasa basi.
Kutoleh ke kanan
dan kiri.
Ke atas dan ke
bawah.
Penonton tak
terlalu rapat.
Jarakn antar
penonton juga tak terlalu dekat.
Kumasukkan tanganku
ke dalam celananya. Jari jemariku
meluncur dengan lancarnya ke dalam celana dalamnya. Langsung ku genggam penisnya yang memang
sudah mengembang dengan kerasnya.
Frans mengeluh
pelan saat aku mulai meremas-remas penisnya.
“Yank ... pindah
...” bisikku.
“Kemana?”
“Toilet bentar”
Huaaa ... nyatanya
aku sendiri juga tak tahan hanya sekedar menggenggam penisnya yang besar dan
panjang ini. Aku ingin menerimanya
utuh. Aku rindu dengan sodokan penisnya
di dalam lubang pantatku. Percintaan
kami yang panas beberapa hari yang lalu nyatanya membuatku ketagihan.
Lubang anusku
selalu berdenyut tiap kali membayangkan malam pertama kami bercinta itu.
Aku segera berdiri
dan berjalan menuju ke toilet.
Beberapa menit
kemudian, nampak Frans muncul di
toilet. Toilet sedang sepi, dan ini memungkinkan
kami bercinta secara cepat di dalamnya.
Aku memilih bilik
toilet yang paling ujung.
Kuoral sebentar
ujung penisnya dan segera kuarahkan penisnya ke dalam lubang pantatku. Kutahan suara-suara yang keluar dari mulut
kami. Dan itu sangat berat. Karena aku biasa berisik kala bercinta.
“F ...u ... c ... k ...” bisikku di telinga Frans kala dia
mulai memasukkan dan mengeluarkan penisnya ke dalam lubangku. Aku merasa dia ini expert. Tak seperti anak-anak muda lainnya yang
terkadang masih bodoh kala bermain cinta.
“Kluarin sayang ,,,
aduh ,,, mati akuuu”
Dan Frans segera
mempercepat gerakan penisnya keluar dan masuk.
Kucium ganas bibirnya sambil kupuntir-puntir puting dadanya. And it works!
“Maaaasss ...
arggghhh ....” desisnya di telingaku.
Bisa kurasakan cairan
panas yang mengalir deras ke dalam lubang anusku. Dan itu terasa menenangkan sekali. Aku merasa turut bahagia melihatnya berhasil
mencapai orgasme. Wajah Frans terlihat
bersinar meski kelelahan.
Segera aku
membenahi baju kami yang berantakan.
Frans keluar dari bilik tilet terlebih dahulu. Beberapa saat kemudian baru aku yang
keluar. Itu cara agar tak dicurigai usai bermain cinta.
Duh, udah tua tapi
kelakuan masih juga nakal ya!
Selanjutnya kami
kembali ke tempat duduk bioskop. Jalan cerita
film sudah terasa tak penting lagi. Aku
ingin tidur saja melepaskan lelah usia bercinta secara singkat tadi. Frans menggenggam tanganku erat.
Frans ... You are
My Captain America!
hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini
hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi "Serial Pelepasan" dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :)
pelepasan remah 1 (episode 1)
Pelepasan Remah ke 2 (episode 2) Klik disini
Pelepasan Remah ke 3 (episode 3) Klik disini
Pelepasan Remah ke 4 (episode 4) Klik disini
Pelepasan remah ke 5 (episode 5) klik disini
Pelepasan Remah ke 6 (episode 6) Klik disini
Pelepasan Remah ke 7 (episode 7) Klik disini
Pelepasan Remah ke 8 (episode 8) klik disini
Pelepasan Remah ke 9 (episode 9) klik disini
Pelepasan Remah ke 10 (episode 10) klik disini
No comments:
Post a Comment